Kala PHK Menimpa, Apa Cara Terbaik Mengatasinya?


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Tentu tak mudah menghadapinya, terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Kala PHK menimpa, apa cara terbaik mengatasinya?

Efisiensi - itulah alasan perusahaan pertambangan tempat Sony mengabdi selama ini memangkas jumlah karyawannya.

Sony tak sendiri, karena ada sekitar 40 karyawan yang juga "dirumahkan". Situasi ini tentu mengguncang psikologis Sony, yang langsung membayangkan istri dan kedua anaknya yang masih sekolah. Namun apa daya, takdir ini mesti ia terima.

Memang, berakhirnya hubungan kerja dengan suatu institusi bukan persoalan finansial semata. Individu yang mengalami PHK umumnya juga memiliki pergumulan emosi dan kekacauan batin, terlebih bila dirinya merupakan tulang punggung keluarga.

Aditya Prabowo, S.Psi., founder Psycoach Human Integra & Brainspotting Indonesia, memaparkan bahwa setiap apa pun kita, kehilangan pekerjaan merupakan suatu kejadian yang traumatis. Secara alami, reaksi manusia akan berlangsung dalam lima tahap: penolakan (denial), amarah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), lalu penerimaan (acceptance).

"Waktu untuk beralih dari satu tahap ke tahap selanjutnya berbeda pada setiap individu. Ada yang sangat cepat, ada juga yang lama. Reaksi ini adalah hal yang wajar. Jangan paksakan untuk langsung merasa normal," jelas Aditya.

Oleh karena itu, Kiky Dwi Hapsari Saraswati, M.Psi., Psikolog, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, menyoroti pentingnya persiapan mental. Ini karena dari internal diri karyawan pasti muncul pergumulan emosi, seperti malu, tidak berdaya, dan kehilangan harga diri.

"Sebaiknya, persiapkan diri agar emosi-emosi tersebut tidak membuat individu yang terkena PHK semakin terpuruk. Cepatlah menguasai diri, agar dapat segera bangkit dan menata hidup kembali," ungkap Kiky.

PHK memang sulit, dan untuk kebanyakan orang, ini adalah suatu akhir.

Namun, untuk sebagian orang, inilah saatnya mengenal kekuatan diri. Memang ia kehilangan pekerjaan, tetapi ia bisa berpikir bahwa mungkin pekerjaan itu bukanlah untuknya.

"Seseorang yang di-PHK bisa merasa seluruh tubuhnya kehilangan daya, tetapi dirinya tetap mampu mencari pekerjaan yang tepat dan layak. Ia juga merasa masih memiliki cara untuk menghidupi diri dan keluarga dari pemikiran yang tidak terduga," papar Aditya.

"Terimalah keputusan tersebut dengan lapang dada. Mesti berat, mau tidak mau harus diterima. Kuncinya adalah jangan melihat PHK sebagai akhir dari segalanya. Tetaplah menjaga optimisme, bahwa Anda masih dapat berkarya di tempat lain," tegas Kiky.

Setelah menguasai diri sendiri dan mengendalikan emosi, saatnya menyampaikan kabar tak sedap ini kepada keluarga tercinta. Aditya menyarankan agar keluarga mendengar langsung dari kita.

"Jangan memutar-mutar saat memberi tahu keluarga. Katakanlah apa adanya, dan berikan fakta yang ada mengenai PHK yang terjadi," saran Aditya. "Bila emosi pasangan meluap, tenangkan dahulu. Lantas, bahaslah di lain waktu dengan pasangan tentang langkah selanjutnya."

Kiky menegaskan hal serupa.

"Sampaikan sejujurnya pada keluarga tentang kondisi yang dihadapi. Jangan menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya, karena hal itu pasti akan menimbulkan masalah baru," tandasnya.

Setelah pasangan, Aditya menyarankan untuk memberi tahu anak, disesuaikan tahap usia mereka. Katakan apa adanya, tanpa membohongi anak. Salah satu tujuan komunikasi dengan anak adalah mengakomodasi perubahan pola pengeluaran keluarga.

Dengan menceritakan secara jujur, lanjut Kiky, diharapkan keluarga pun akan memberikan dukungan moril, sehingga individu yang kena PHK tidak terlalu merasa terpuruk dan selalu termotivasi untuk kembali bangkit.

Menurut Kiky, di saat sulit seperti ini, dukungan orang terdekat adalah hal yang penting, agar dirinya tidak merasa semakin terpuruk dengan rasa malu, rendah diri, perasaan tak berguna, dan emosi negatif lain yang disebabkan oleh PHK.

Bagaimana pun, kehidupan tetap harus berlanjut dan akan lebih mudah dijalani dengan semangat dan optimisme yang dapat disuntikkan oleh orang-orang terdekat.

Langkah selanjutnya berpikir bagaimana melanjutkan hidup. Masa depan masih panjang, terlebih bila memiliki keluarga.

"Buatlah rutinitas, tetap bangun pagi, makan pada waktunya, tidur tetap dalam waktu yang normal. Sebaiknya menambahkan kegiatan fisik sambil menunggu panggilan kerja seperti berolahraga, berkebun, kegiatan pertukangan," saran Aditya.

Kiky menilai, tidak ada waktu pasti yang dibutuhkan untuk beradaptasi. Semua tergantung pada kematangan psikologis untuk menerima kenyataan dan mulai menata hidup. Selain itu, dukungan keluarga merupakan hal penting untuk membantu mempercepat proses adaptasi tersebut.

Tak lupa Kiky mengingatkan agar uang pesangon yang diterima dari perusahaan digunakan sebijak mungkin. Bila ingin mencari pekerjaan baru, kelola pesangon tersebut agar cukup memenuhi kebutuhan hingga mendapat pekerjaan baru.

"Bila ingin berwiraswasta, tentukan komposisi yang akan digunakan untuk bisnis dengan bijak, agar kebutuhan rutin harian tidak terganggu bila bisnisnya tidak selancar yang diharapkan," pesan Kiky.

Jadi, kala PHK menimpa, tetaplah berpikir positif.

Yakinlah bahwa setiap kejadian pasti mengandung hikmah yang dapat diambil. Dengan demikian, Anda tidak akan merasa putus asa.

"Banyak tempat lain yang dapat dijajaki untuk terus berkarya maupun mencari nafkah. Kembalikan semuanya kepada Tuhan. Ingatlah selalu bahwa rezeki sudah diatur oleh-Nya. Yang perlu kita lakukan adalah berusaha sekuat mungkin untuk mendapatkannya," pungkas Kiky.


Tanda-tanda Datangnya PHK
* Perusahaan mengalami akuisisi dan merger.
* Order perusahaan menurun, sehingga aktivitas produksi atau penjualan juga menurun.
* Rekan kerja tampak sangat sibuk, sementara Anda banyak menganggur karena tidak ada pekerjaan yang harus dilakukan.
* Rekan kerja atau HRD tampak salah tingkah di depan Anda.
* Anda merasa seperti "terisolasi" dan menjadi orang terakhir yang tahu informasi penting tertentu.
* Pekerjaan Anda masih menumpuk, tapi justru ditambah lagi, dengan batas waktu penyelesaian yang mustahil.
* Anda melakukan kesalahan atau pelanggaran dan sudah mendapatkan tiga surat peringatan dari perusahaan.

3 Investasi Persiapan PHK

Investasi konvensional
berupa dana darurat untuk hidup selama satu tahun tanpa mengandalkan pendapatan bulanan.

Investasi pada diri sendiri
dengan mengikuti pelatihan atau kursus untuk meningkatkan kualitas diri.

Investasi relasi
dengan membangun jejaring pertemanan.


Kesehatan Mental di Tempat Kerja

Belum lama ini, studi yang dilaporkan Mental Health First Aid England, organisasi dari Inggris, menyoroti pentingnya kesehatan mental para karyawan di tempat kerja.

Menurut First Aid, tak sedikit karyawan yang mengalami permasalahan psikologis di kantor, tetapi saat mereka berusaha membicarakannya secara terbuka, mereka justru berisiko di-PHK oleh perusahaan.

Tak tanggung-tanggung, studi tersebut menemukan 1,2 juta pekerja usia produktif di Inggris yang menghadapi ancaman PHK setelah mengangkat permasalahan terkait kesehatan mental yang mereka alami.

Padahal, kerugian yang dialami perusahaan di Inggris akibat absensi karyawan mereka terkait masalah ini tidaklah kecil: 35 miliar poundsterling per tahun, alias Rp 625.000 miliar!

Meski begitu, First Aid mengapresiasi peningkatan sikap positif terhadap kesehatan mental di tempat kerja. Mereka mendapati 91 persen manajer sadar keputusan mereka memengaruhi kesejahteraan karyawan. Sebanyak 84 persen perusahaan juga mengaku mereka bertanggung jawab atas kesejahteraan mental para karyawan.


Komentar