Kapan Sebaiknya Anak Mulai Belajar Bahasa Asing?



Ingin anak bisa casciscus berbahasa Inggris? Ada berbagai cara untuk mewujudkannya, mulai dari bersekolah di sekolah internasional hingga ikut kursus. Tapi kapan sih sebaiknya anak mulai belajar?

Di era globalisasi seperti sekarang ini, kita bisa menemukan berbagai istilah bahasa Inggris di mana-mana. Restoran menggunakan nama makanan dalam bahasa Inggris di menunya, toko menawarkan berbagai diskon atau penawaran khusus dalam bahasa Inggris, dan percakapan sehari-hari pun sering menyelipkan istilah bahasa Inggris. Misalnya seorang karyawan berkata pada koleganya, "Meeting hari ini di-cancel. Diganti jadi pas lunch besok."

Bahasa Inggris ini begitu merasuk dalam kehidupan kita sehingga tidak hanya orang dewasa yang memakainya. Banyak anak kini juga aktif menggunakannya. Anak-anak kecil berceloteh dalam bahasa Inggris bagai air yang mengalir. Kita bisa dengan mudah melihat hal tersebut di mal atau pusat perbelanjaan.

Coba simak kisah Sherly (34), seorang ibu dua anak bernama Rudy (7) dan Anne (4). Ia biasa berbicara bahasa Inggris dengan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari. Rudy bahkan kini menimba ilmu di sekolah yang bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris. Sherly berencana memasukkan Anne di sekolah yang sama pada saatnya nanti.

Ketika ditanya apa alasannya lebih memilih menggunakan bahasa Inggris, Sherly menjawab, "Sekarang kan zaman globalisasi. Apa-apa pakai bahasa Inggris. Kalau tidak bisa, bagaimana mereka (anak-anak) mau menghadapi persaingan? Justru sekarang saya masukkan ke sekolah berbahasa Inggris supaya anak terbiasa. Lebih cepat lebih baik."

Sherly sendiri mengaku tidak begitu lancar memakai bahasa Inggris, tapi berusaha semampunya untuk berkomunikasi dengan Rudy dan Anne. Kalimat-kalimat sederhana seperti, "Good morning", "How are you?", "Mommy loves you", dan "Thank you" menjadi andalannya.

Sherly juga mengharuskan anak-anaknya mempraktekkan bahasa Inggris di luar rumah. Bila berkenalan dengan orang baru, ia mengatakan, "Say your name. Shake hand."

Lalu kapan mereka berbahasa Indonesia? Sejenak ia terdiam, kemudian mengatakan bahwa ia ingin mereka terlebih dahulu menguasai bahasa Inggris.

"Toh kami tinggal di Indonesia. Jadi pasti mereka bisa sendiri nanti. Yang penting sekarang bisa bahasa Inggris dulu," ujarnya.

Lain Sherly, lain lagi Margaretha (36) . Margaretha memiliki seorang putri yang sekarang duduk di kelas IV SD. Margaretha sama sekali tidak pernah mengajarkan bahasa Inggris kepada Dita, sang putri. Setiap hari mereka berbicara bahasa Indonesia yang kadang-kadang disisipi bahasa Sunda, bahasa pertama Margaretha dan suaminya.

Menurut Margaretha, Dita masih terlalu kecil untuk belajar bahasa asing, masih sembilan tahun. "Bahasa Indonesianya saja belum sempurna benar. Buat apa belajar bahasa Inggris? Nanti saja dikursuskan kalau sudah agak besar," tuturnya lagi.

Ia tidak menganggap bahasa Inggris sebagai kebutuhan mendesak. Walaupun mengakui bahwa usia muda anak membuatnya cepat menyerap informasi. Margaretha lebih memilih untuk menunda mengajarkan bahasa asing kepada anak semata wayangnya.

Ia juga menolak anggapan bahwa anak yang fasih berbahasa Inggris lebih pintar daripada anak yang tidak menguasai bahasa tersebut. "Belum tentu. Pintar itu ditentukan banyak faktor," tukasnya.

Bisa Bahasa Inggris Belum Tentu Lebih Pintar

Menurut Sri Tiatri, M.Si, Psi, psikolog dan dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, penggunaan bahasa sangatlah penting dalam kehidupan setiap manusia. Melalui bahasa, seseorang bisa mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya. Cara seseorang berbahasa juga menunjukkan cara ia berpikir.

"Tapi jangan langsung menganggap bahwa anak yang gemar bicara memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibanding anak-anak lain. Sebaliknya, anak pendiam belum tentu bodoh. Ini juga berlaku pada kemampuan berbahasa Inggris. Belum tentu anak yang mahir berbahasa Inggris lebih pintar dibanding anak-anak lain seusianya. Ini semua merupakan kebiasaan," jelas psikolog yang akrab disapa Tia ini.

Menurut Tia, memang memungkinkan mengajarkan bahasa asing kepada anak, tapi kita sebaiknya mempertimbangkan tempat dimana kita tinggal dan membesarkan sang buah hati. Bahasa yang pertama kali diperkenalkan juga seharusnya adalah bahasa utama yang digunakan di lingkungan tersebut.

Bila masyarakat di lingkungan sehari-hari bicara bahasa Indonesia, bahasa itulah yang semestinya diajarkan pertama kali. Kalau kebanyakan bercakap-cakap memakai bahasa Sunda, bahasa inilah yang diperkenalkan di awal. Ini penting sebab akan berinteraksi dengan lingkungannya. Jika bahasanya tidak cocok, dikhawatirkan ia tidak bisa mengemukakan kebutuhannya dengan baik.

Lalu, bagaimana dengan bahasa Inggris? Dalam anggapan Tia, sah saja mengajarkan bahasa asing tersebut sepanjang porsinya memang sesuai. Artinya kalau memang bahasa pergaulan utamanya adalah bahasa Inggris, silahkan memperkenalkan bahasa itu. Tapi kalau tidak, Anda sebaiknya memastikan bahwa anak menguasai bahasa ibunya terlebih dulu.

"Sebenarnya saya lebih setuju bila orangtua Indonesia mengajarkan anak bahasa Indonesia dulu. Kalau bahasa itu sudah benar-benar dipahami dan dikuasai, baru perkenalkan bahasa asing," katanya.

Dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa asing ini, tidak ada patokan umur yang bisa dikenakan pada anak. Yang lebih menentukan adalah karakteristik, kemampuan menyesuaikan diri, dan tingkat kecerdasan anak. Kalau merasa anak mampu dan memiliki minat, kenapa tidak?

Tia mengingatkan para orangtua untuk tidak gegabah. Kita sebagai masyarakat Indonesia menganut sistem kekerabatan yang amat erat. Akibatnya kita jadi sering terlalu memperhatikan pendapat orang mengenai diri kita daripada benar-benar mempertimbangkan apa yang baik untuk keluarga sendiri.

"Kita sering berhadapan dengan kalimat. 'Apa kata dunia kalau begini begitu?' Akhirnya kita jadi khawatir dicap ketinggalan zaman kalau anak tidak belajar bahasa Inggris sama seperti anak-anak lain," ungkap Tia.

Padahal, menurutnya, bila tidak memiliki kesiapan, hal ini bisa menimbulkan dampak negatif. Anak jadi mencampuradukkan bahasa dan akhirnya cara berpikirnya jadi kacau. Ia tidak mampu menyesuaikan bahasa dengan orang yang diajak bicara. "Istilahnya 'sakelar' bahasanya rusak," kata Tia.

Jangan Sampai Berantakan Dua-duanya

Paulus Wirutomo, sosiolog pendidikan dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa keinginan orangtua untuk memperkenalkan bahasa asing pada dasarnya adalah baik. Hal tersebut masuk akal karena dunia tengah mengalami proses globalisasi. Kemampuan berbahasa Inggris pun menjadi suatu keharusan kalau ingin maju. Akibatnya banyak orangtua tergiur iming-iming berbagai institusi pendidikan yang menawarkan fasilitas bahasa Inggris.

"Menyekolahkan anak di sekolah berbahasa Inggris sejak dini sebenarnya baik. Karena masih muda, anak jadi bisa lebih menyerap informasi. Tapi orangtua harus memikirkan keseimbangannya dengan bahasa Indonesia. Kalau di sekolah sudah berbahasa Inggris, di luar anak harus punya saluran untuk berbahasa Indonesia secara formal," jelas Paulus.

Ia menambahkan, sekarang kita bisa melihat sendiri anak-anak yang tidak mampu berbahasa Indonesia dengan orang-orang di sekitarnya. Akibatnya anak tersebut jadi korban karena dikucilkan anak-anak sebayanya. Ada juga yang bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya jadi sama-sama berantakan. "Secara tata bahasa, struktur bahasa Inggris dan Indonesianya salah. Yang kasihan anaknya, kan?" tandas Paulus.

Dalam hematnya, anak sebaiknya secara intensif diperkenalkan kepada bahasa asing, Inggris maupun yang lain, ketika sudah lulus SD. Pada saat itu, anak akan sudah memiliki pegangan bahasa ibu yang kuat. Pengenalan bahasa asing bisa dilakukan lewat kursus bahasa.

Ia mengatakan, apapun pilihan orangtua, hendaknya mereka tidak melupakan keberadaan bahasa ibu. "Mari jaga bahasa kita sejak dini. Di lain pihak, bahasa Inggris yang dipelajari seharusnya jadi keuntungan dan bukannya mematikan bahasa ibu. Jadikan bahasa asing sebagai alat memperkenalkan kebudayaan kita kepada dunia luar," pesannya.


Komentar