Dampak Buruk Kecanduan Video Games


Ponsel, tablet, atau komputer tak pernah jauh dari genggaman. Diam-diam bangun tengah malam untuk melanjutkan games favorit. Atau, mulai mengabaikan tugas sekolah. Jika anak sudah seperti ini, saatnya orangtua intervensi.

Anak Anda tak berhenti membicarakan Zelda dan Mario dengan penuh semangat?

Jangan salah mengira mereka sebagai teman baru di sekolah. Sebaliknya, keduanya "hidup" di dunia maya versi Nintendo. Zelda adalah tokoh permainan fantasi The Legend of Zelda,sedangkan Mario adalah karakter utama video games masa kecil Anda dulu, namun kini hadir dalam versi jauh lebih modern di Mario Kart 8.

Ya, jika dulu anak-anak harus pergi ke warnet untuk bisa main games,sekarang mereka cukup duduk manis di rumah, membuka ponsel dan tablet, atau memakai konsol. Para bocah pun bisa anteng berjam-jam bermain video games.Mungkin Anda berpikir, kapan saya harus mulai khawatir?

Naomi Soetikno, M.Pd., Psikolog, C.Ht, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara,mengatakan bahwa pada dasarnya games dibuat dengan tujuan relaksasi dan rekreasi. Namun, unsur psikologis juga akan mempengaruhi bagaimana seseorang memperlakukan permainan tersebut.

"Dalam bermain, ada unsur memuaskan, menyenangkan, dan kompetitif demi meraih prestasi yang tinggi. Anak pun terdorong untuk memainkan berulang kali," papar psikolog yang berpraktek di RS OMNI Pulomas ini.

Menanggapi hal ini, Indah Damayanti, M.Psi., Psikolog, staf pengajar Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, mengungkap bahwa candu video games di ponsel sebenarnya sama dengan candu di warnet yang dulu pernah mewabah. Perbedaan hanya terletak pada media permainan yang kian canggih.

Psikolog yang aktif berpraktik di Biro Psikologi Persepsi ini memaparkan peran besar dari faktor lingkungan dalam menyebabkan anak jadi kecanduan video games. Faktor lingkungan pertama berasal dari orangtua, yang biasanya menjadi orang pertama yang mengenalkan anak-anak pada gadget.

"Bagi orangtua saat ini, gadget dianggap cara praktis sebagai alat untuk mengasuh anak. Anak akan diam ketika diberi gadget dan tidak mengganggu aktivitas orangtua. Kemudian, orangtua akan sibuk juga dengan gadgetnya sendiri," tandas Indah.

Faktor kedua adalah lingkungan keluarga yang lebih besar dan teman-teman anak, yang umumnya juga akrab dengan gadgetsehingga bila tidak ikut memiliki akan dianggap kuper.

"Apabila lingkungan, nilai-nilai sosial, serta fasilitas sudah mendukung seperti itu, maka akan terjadi pembiasaan, yang kemudian menjadi kebutuhan, dan pada akhirnya akan berlanjut pada kecanduan," kata Indah.

Siapa pun bisa mengalami kecanduan video games, baik anak-anak maupun orang dewasa.

"Anak usia 2-7 tahun, yang masih memiliki cara berpikir pra-operational, umumnya suka main video games untuk relaksasi dan rekreasi. Saat anak semakin besar, ia semakin mampu memanipulasi alat permainan dan tujuan dari permainan menjadi sesuatu yang memberikan keuntungan lain," ujar Naomi.

Menurutnya, seseorang yang mengalami kecanduan terhadap gamesbiasanya ditandai dengan perubahan perilaku untuk mencapai kenikmatan atau rasa senang. Ini dapat terlihat dari jumlah waktu bermain yang semakin meningkat. Awalnya hanya 2 jam, sekarang menjadi 3 jam, dan seterusnya.

Perubahan ini sebenarnya disadari anak, tapi daya tarik untuk menikmati rasa senang tadi lebih kuat. Bila kebutuhan untuk memuaskan dorongan itu dihambat, yang timbul adalah perasaan gelisah dan tak nyaman sehingga mengganggu konsentrasi.

Pada akhirnya, anak bisa lebih memilih untuk mengabaikan tanggung jawab lain, seperti belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Adiksi semakin nyata bila pengabaian tanggung jawab itu sudah mempengaruhi pola hidupnya, seperti enggan mandi atau makan.

Salah satu dampak negatif kecanduan video games bisa ditinjau dari tugas perkembangan usia anak.

Menurut Indah, setiap tahap perkembangan akan berkorelasi dengan perkembangan otak anak. Karena itu, apabila ada tugas perkembangan yang tidak terpenuhi atau terlewati, hal tersebut dapat menyebabkan perkembangan syaraf dan motorik kurang sempurna.

Misalnya, usia prasekolah (3-6 tahun) adalah masa perkembangan motorik kasar, sehingga alangkah baiknya jika anak-anak dilibatkan pada banyak aktivitas yang melibatkan otot-otot besar kaki dan tangan. Jika mereka hanya duduk diam berjam-jam sambil bermain gadget,maka perkembangan motorik kasarnya tidak akan tercapai.

Sementara itu, untuk anak usia sekolah (7-12 tahun), tugas perkembangan utamanya adalah menjalin hubungan sosial yang baik, serta belajar berbagi dan bekerja sama dengan orang lain. Ini kebalikan dari main games di gadget, yang merupakan aktivitas individual.

Akibatnya, ini bisa menjadi pemicu anak mengembangkan sifat individualistis, meski hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Selain itu, dampak negatif dari kecanduan video games pada anak adalah kerusakan indra penglihatan si kecil karena berjam-jam menatap layar.

Karena itulah, Indah menjelaskan, sejak anak masih sangat kecil, orangtua mesti sudah waspada. Mulailah batasi waktu untuk menggunakan gadget sejak anak lahir.

Bagaimana jika anak sudah keburu kecanduan main video games?

Menurut kedua psikolog ini, prinsip penanganan adiksi terletak pada pemutusan terhadap hal yang menjadi candu. Mulailah batasi waktu anak berkontak dengan gadget maupun games secara tegas, baik secara bertahap atau sekaligus.

Sambil melakukan hal tersebut, bangun komunikasi dengan anak. Tanyakan, apa yang membuat mereka merasa butuh games tersebut. Disini, ada kesempatan mengajari anak berpikir kritis dan logis sejak dini. Kemudian, diskusikan alternatif kegiatan yang bisa anak lakukan, dan fasilitasilah.

Bila memang dirasa perlu menggunakan gadget, tetapkan batasan waktu, misalkan cukup satu jam di hari Sabtu. Dan, kembali lagi, orangtua juga harus ikut membatasi diri dengan gadgetnya sendiri. Sebaliknya, luangkanlah waktu untuk menemani anak melakukan aktivitas lain atau permainan yang edukatif.


Diet 'Gadget' Sesuai Usia
"Diet" yang baru direkomendasikan American Academy of Pediatrics ini layak dicoba:
* Usia < 18 bulan
Hindari penggunaan gadget sepenuhnya, kecuali untuk video-chatting dengan keluarga.
* Usia 18-24 bulan
Pilih program berkualitas baik untuk ditonton bersama.
* Usia 2-5 tahun
Batasi penggunaan layar, baik ponsel, tablet, maupun TV, selama 1 jam sehari.
* Usia 6 tahun <
Tetapkan batas waktu yang konsisten untuk memakai gadget. Pastikan anak tidak kekurangan tidur dan aktivitas fisik.

Dari Teknologi untuk Cegah Adiksi
Sejumlah pengembang video games kini mengembangkan aplikasi maupun program untuk membantu orangtua membatasi waktu anak di dunia maya. Tencent, perusahaan online games terbesar di dunia, memberlakukan waktu main 1 jam sehari untuk anak di bawah usia 12, yang juga tak bisa masuk ke permainan paling populer mereka, Honor of Kings, setelah pukul 9 malam. Sementara itu, anak usia 12-18 tahun dibatasi 2 jam sehari untuk bermain.


Komentar