Problem Gigi Masa Kini dan Dulu
Kendati problem gigi masa kini dan dahulu tak jauh berbeda, ada perbedaan signifikan terkait gaya hidup dalam menjaga kesehatan gigi.
Contohnya? Gigi berlubang atau karies.
Sejak dulu hingga sekarang, kondisi ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak terjadi. Bedanya, pola makan modern turut menambah risiko gigi berlubang.
"Ini bisa terlihat dari tingginya angka karies di perkotaan ketimbang di desa," terang Drg. Bambang Nursasongko, Sp.KG(K), staf pengajar Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Drg. Bambang menerangkan bahwa di kota, terdapat banyak makanan olahan dan minuman manis dan berkarbonasi, sehingga banyak karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri.
Bagaimana dengan di desa? Masyarakat banyak mengonsumsi serat yang membantu membersihkan gigi dari kotoran. Namun, saat ini angka karies di pedesaan juga meningkat dikarenakan pola makan kota yang telah menyebar ke desa.
"Sayangnya, meski pola makan orang kota sudah bergeser ke daerah, pola menjaga kesehatan gigi di desa tidak ikut berubah menjadi baik," tandas Drg. Bambang.
"Akibatnya, di desa atau daerah, banyak penyakit gusi ditemukan. Ini karena gaya hidup ala kota yang mulai diadopsi di daerah, namun pengetahuan serta akses pengobatan gigi masih rendah," tegasnya.
Bicara problem gigi antar generasi tak lepas dari perbedaan dalam cara membersihkan gigi.
Menurut Drg. Bambang, sejak zaman dulu orang sudah sadar akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Alat bantu yang digunakan antara lain abu gosok, jeruk nipis, sirih, sampai siwak alias chewing stick yang telah digunakan sejak 3.500 tahun lalu.
"Hanya siwak yang sampai saat ini masih lazim digunakan karena menjadi bagian dari agama Islam," tutur DR. Siti Sadiah, M.Si., Apt., staf pengajar Departemen Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Pakar yang akrab disapa Diah ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diketahui meminta umatnya membersihkan gigi dan mencontohkan dengan menggunakan siwak, yang berasal dari ranting tanaman Salvadora persica.
Selain membersihkan gigi secara mekanis, siwak juga mengandung berbagai zat aktif yang bermanfaat bagi gigi, antara lain fluoride, vitamin C, antimikroba (benzyl/istiosianat), sulfur yang bisa mencegah radang gusi, dan tanin yang menimbulkan kesat pada gigi.
Khasiat utamanya adalah bermanfaat menjaga dan memelihara kebersihan gigi dan kesehatan mulut. Siwak juga menawarkan manfaat mencegah radang gusi, juga berfungsi sebagai antibakteri.
"Tak heran bila siwak telah disetujui oleh WHO sebagai agen oral hygiene," jelas Diah. "Tahun lalu saja, masih ada sekitar 500 penelitian tentang siwak."
Dulu, penggunaan siwak dengan batang 20 cm adalah dengan menggigit-gigit ujungnya agar senyawa aktifnya keluar. Lama kelamaan, ujung tersebut menyerupai sikat gigi dengan banyak serabut yang menjuntai.
"Kalau sudah habis, serabut tersebut digunting, lalu digigit-gigit kembali, dan begitu seterusnya. Penggunaan siwak bisa mencapai 40 hari," tegas Diah.
Di era modern, penggunaan siwak semakin praktis karena tanaman tersebut telah banyak diekstraksi dan digunakan untuk obat kumur dan pasta gigi.
Sebenarnya, cara membersihkan gigi dulu dan sekarang memiliki prinsip yang sama.
"Yang berbeda adalah media atau bahan pembersihnya. Dulu belum ada pesta gigi sehingga banyak menggunakan bahan-bahan dari alam. Namun, pada intinya, sejak dulu orang sudah tahu kalau gigi perlu dijaga," kata Drg. Bambang.
Dia menjelaskan bahwa bahan dasar pasta gigi adalah agen abrasi yang serbuknya serupa dengan fungsi abu gosok di masa lalu. Pasta gigi masa kini juga ditambahkan perasa, peppermint, dan pewarna.
"Komponen yang penting adalah abrasif dan fluoride, bahan yang bisa menguatkan gigi. Fluoride membuat molekul gigi tidak mudah pecah, sehingga lebih kuat terhadap asam dan abrasi," tambah Drg. Bambang.
Terbentuknya karies atau lubang pada gigi dipengaruhi oleh empat faktor: gigi, bakteri, makanan, dan waktu.
"Kalau gigi hanya ketemu bakteri, maka ia tidak akan berlubang. Namun, begitu ada sisa makanan, ini akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam," papar Drg. Bambang.
Proses ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Perlu waktu sekitar tiga jam hingga terbentuk asam, yang lantas bisa menyebabkan lubang pada gigi.
Selain keempat faktor tersebut, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap terbentuknya karies, yakni salva alias air liur. Setelah makan, suasana mulut menjadi asam. Saliva memberi efek menetralkan.
"Air liur juga mengandung fluor yang akan meremineralisasi gigi," terang Drg. Bambang.
Problem gusi tak kalah pelik dengan problem gigi.
Jika peradangan di sepanjang batas antara gusi dan gigi dibiarkan, misalnya, maka bisa terjadi periodontis. Masalah lain adalah saat karang gigi dibiarkan, karena lama-lama akan mendesak ke atas dan ke bawah.
Tidak dianjurkan pula untuk langsung menyikat gigi setiap habis makan, karena setelah makan, mulut kita dalam kondisi asam. Gigi yang terkena asam dan langsung disikat sama saja seperti garam kena air. Jika digosok, akan larut.
"Sebaiknya, tunggu 30 menit setelah makan, baru menyikat gigi. Yang utama itu cukup dua kali sehari: setengah jam setelah sarapan pagi dan sebelum tidur," saran Drg. Bambang.
Salah satu kesalahan umum adalah kebiasaan untuk langsung menyikat gigi setelah bangun pagi.
Drg. Bambang mengibaratkan ini seperti piring makan. Setelah kita makan malam, piring kita cuci lalu simpan. Besok pagi, tentu piring tidak perlu dicuci sebelumnya karena masih bersih.
Begitu pula dengan gigi. Pagi-pagi sebelum dipakai untuk sarapan, kita sudah menyikatnya, lalu "didiamkan" sampai malam. Seharusnya, saat mandi pagi, kita cukup berkumur. Setelah sarapan, 30 menit kemudian baru kita sikat gigi.
Demikian juga dengan makan siang, kita cukup berkumur dengan kuat. Kumur juga perlu dilakukan setelah mengonsumsi minuman berwarna atau bergula. Dalam hal ini, gigi kita ibarat mobil yang berjalan di lumpur. Sebelum lumpur mengeras, perlu disemprot dengan air.
"Kuncinya, adalah jangan biarkan sisa makanan melekat dan tertinggal lama di mulut, karena inilah sumber kuman dan bau mulut, karies, serta berbagai problem lain pada gigi," pungkas Drg. Bambang.
Sayangi Gigi Si Kecil
Ini tips penting dari Massachusetts Dental Society:
* Kesehatan gigi dimulai dari hari pertama. Artinya, begitu bayi Anda lahir. Bersihkan gusinya dengan kain lembut sehabis ia menyusui. Begitu gigi pertama muncul, gunakan sikat halus dan sedikit air.
* Gigi anak harus disikat selama paling tidak dua menit, dua kali sehari. Boleh saja membiarkan anak mencoba sendiri, tapi sampai ia bisa melakukan dengan cukup baik, orangtua harus melakukannya untuk anak.
* Sejumlah makanan memiliki pengaruh buruk pada gigi anak, seperti permen lengket dan kismis yang memiliki kandungan gula tinggi. Batasi pula konsumsi soda dan minuman manis.
* American Academy of Pediatric Dentisty merekomendasikan kunjungan pertama ke dokter gigi adalah enam bulan setelah gigi pertama tumbuh, atau sekitar usia satu tahun.
Contohnya? Gigi berlubang atau karies.
Sejak dulu hingga sekarang, kondisi ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling banyak terjadi. Bedanya, pola makan modern turut menambah risiko gigi berlubang.
"Ini bisa terlihat dari tingginya angka karies di perkotaan ketimbang di desa," terang Drg. Bambang Nursasongko, Sp.KG(K), staf pengajar Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Drg. Bambang menerangkan bahwa di kota, terdapat banyak makanan olahan dan minuman manis dan berkarbonasi, sehingga banyak karbohidrat yang difermentasi oleh bakteri.
Bagaimana dengan di desa? Masyarakat banyak mengonsumsi serat yang membantu membersihkan gigi dari kotoran. Namun, saat ini angka karies di pedesaan juga meningkat dikarenakan pola makan kota yang telah menyebar ke desa.
"Sayangnya, meski pola makan orang kota sudah bergeser ke daerah, pola menjaga kesehatan gigi di desa tidak ikut berubah menjadi baik," tandas Drg. Bambang.
"Akibatnya, di desa atau daerah, banyak penyakit gusi ditemukan. Ini karena gaya hidup ala kota yang mulai diadopsi di daerah, namun pengetahuan serta akses pengobatan gigi masih rendah," tegasnya.
Bicara problem gigi antar generasi tak lepas dari perbedaan dalam cara membersihkan gigi.
Menurut Drg. Bambang, sejak zaman dulu orang sudah sadar akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Alat bantu yang digunakan antara lain abu gosok, jeruk nipis, sirih, sampai siwak alias chewing stick yang telah digunakan sejak 3.500 tahun lalu.
"Hanya siwak yang sampai saat ini masih lazim digunakan karena menjadi bagian dari agama Islam," tutur DR. Siti Sadiah, M.Si., Apt., staf pengajar Departemen Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Pakar yang akrab disapa Diah ini menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW diketahui meminta umatnya membersihkan gigi dan mencontohkan dengan menggunakan siwak, yang berasal dari ranting tanaman Salvadora persica.
Selain membersihkan gigi secara mekanis, siwak juga mengandung berbagai zat aktif yang bermanfaat bagi gigi, antara lain fluoride, vitamin C, antimikroba (benzyl/istiosianat), sulfur yang bisa mencegah radang gusi, dan tanin yang menimbulkan kesat pada gigi.
Khasiat utamanya adalah bermanfaat menjaga dan memelihara kebersihan gigi dan kesehatan mulut. Siwak juga menawarkan manfaat mencegah radang gusi, juga berfungsi sebagai antibakteri.
"Tak heran bila siwak telah disetujui oleh WHO sebagai agen oral hygiene," jelas Diah. "Tahun lalu saja, masih ada sekitar 500 penelitian tentang siwak."
Dulu, penggunaan siwak dengan batang 20 cm adalah dengan menggigit-gigit ujungnya agar senyawa aktifnya keluar. Lama kelamaan, ujung tersebut menyerupai sikat gigi dengan banyak serabut yang menjuntai.
"Kalau sudah habis, serabut tersebut digunting, lalu digigit-gigit kembali, dan begitu seterusnya. Penggunaan siwak bisa mencapai 40 hari," tegas Diah.
Di era modern, penggunaan siwak semakin praktis karena tanaman tersebut telah banyak diekstraksi dan digunakan untuk obat kumur dan pasta gigi.
Sebenarnya, cara membersihkan gigi dulu dan sekarang memiliki prinsip yang sama.
"Yang berbeda adalah media atau bahan pembersihnya. Dulu belum ada pesta gigi sehingga banyak menggunakan bahan-bahan dari alam. Namun, pada intinya, sejak dulu orang sudah tahu kalau gigi perlu dijaga," kata Drg. Bambang.
Dia menjelaskan bahwa bahan dasar pasta gigi adalah agen abrasi yang serbuknya serupa dengan fungsi abu gosok di masa lalu. Pasta gigi masa kini juga ditambahkan perasa, peppermint, dan pewarna.
"Komponen yang penting adalah abrasif dan fluoride, bahan yang bisa menguatkan gigi. Fluoride membuat molekul gigi tidak mudah pecah, sehingga lebih kuat terhadap asam dan abrasi," tambah Drg. Bambang.
Terbentuknya karies atau lubang pada gigi dipengaruhi oleh empat faktor: gigi, bakteri, makanan, dan waktu.
"Kalau gigi hanya ketemu bakteri, maka ia tidak akan berlubang. Namun, begitu ada sisa makanan, ini akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam," papar Drg. Bambang.
Proses ini tidak terjadi dalam waktu singkat. Perlu waktu sekitar tiga jam hingga terbentuk asam, yang lantas bisa menyebabkan lubang pada gigi.
Selain keempat faktor tersebut, ada faktor lain yang berpengaruh terhadap terbentuknya karies, yakni salva alias air liur. Setelah makan, suasana mulut menjadi asam. Saliva memberi efek menetralkan.
"Air liur juga mengandung fluor yang akan meremineralisasi gigi," terang Drg. Bambang.
Problem gusi tak kalah pelik dengan problem gigi.
Jika peradangan di sepanjang batas antara gusi dan gigi dibiarkan, misalnya, maka bisa terjadi periodontis. Masalah lain adalah saat karang gigi dibiarkan, karena lama-lama akan mendesak ke atas dan ke bawah.
Tidak dianjurkan pula untuk langsung menyikat gigi setiap habis makan, karena setelah makan, mulut kita dalam kondisi asam. Gigi yang terkena asam dan langsung disikat sama saja seperti garam kena air. Jika digosok, akan larut.
"Sebaiknya, tunggu 30 menit setelah makan, baru menyikat gigi. Yang utama itu cukup dua kali sehari: setengah jam setelah sarapan pagi dan sebelum tidur," saran Drg. Bambang.
Salah satu kesalahan umum adalah kebiasaan untuk langsung menyikat gigi setelah bangun pagi.
Drg. Bambang mengibaratkan ini seperti piring makan. Setelah kita makan malam, piring kita cuci lalu simpan. Besok pagi, tentu piring tidak perlu dicuci sebelumnya karena masih bersih.
Begitu pula dengan gigi. Pagi-pagi sebelum dipakai untuk sarapan, kita sudah menyikatnya, lalu "didiamkan" sampai malam. Seharusnya, saat mandi pagi, kita cukup berkumur. Setelah sarapan, 30 menit kemudian baru kita sikat gigi.
Demikian juga dengan makan siang, kita cukup berkumur dengan kuat. Kumur juga perlu dilakukan setelah mengonsumsi minuman berwarna atau bergula. Dalam hal ini, gigi kita ibarat mobil yang berjalan di lumpur. Sebelum lumpur mengeras, perlu disemprot dengan air.
"Kuncinya, adalah jangan biarkan sisa makanan melekat dan tertinggal lama di mulut, karena inilah sumber kuman dan bau mulut, karies, serta berbagai problem lain pada gigi," pungkas Drg. Bambang.
Sayangi Gigi Si Kecil
Ini tips penting dari Massachusetts Dental Society:
* Kesehatan gigi dimulai dari hari pertama. Artinya, begitu bayi Anda lahir. Bersihkan gusinya dengan kain lembut sehabis ia menyusui. Begitu gigi pertama muncul, gunakan sikat halus dan sedikit air.
* Gigi anak harus disikat selama paling tidak dua menit, dua kali sehari. Boleh saja membiarkan anak mencoba sendiri, tapi sampai ia bisa melakukan dengan cukup baik, orangtua harus melakukannya untuk anak.
* Sejumlah makanan memiliki pengaruh buruk pada gigi anak, seperti permen lengket dan kismis yang memiliki kandungan gula tinggi. Batasi pula konsumsi soda dan minuman manis.
* American Academy of Pediatric Dentisty merekomendasikan kunjungan pertama ke dokter gigi adalah enam bulan setelah gigi pertama tumbuh, atau sekitar usia satu tahun.
Komentar