Apakah Sebenarnya Demensia itu?



Pada 2050, diperkirakan nyaris 131 juta warga dunia akan mengalami demensia, seiring pertambahan generasi lanjut usia. Bagaimana dengan kita?

Saat ini, di Indonesia belum ada penelitian terkait demensia dengan cakupan nasional.

Namun, sebuah studi di Yogyakarta mengungkap bahwa risiko demensia adalah sekitar 20 persen pada kelompok lansia berusia 70 tahun. Seiring meningkatnya jumlah lansia, meningkat pula prevalensi penyakit degeneratif, termasuk demensia.

Apakah sebenarnya demensia? Ini merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala yang ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif atau kecerdasan yang secara progresif, dan sudah mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.

DR. Dr. Yuda Turana, Sp.S, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Katholik Atma Jaya, memaparkan bahwa perjalanan demensia alzheimer biasanya diawali gangguan memori. Pasien lupa akan kejadian baru dan sering menanyakan segala sesuatu berulang-ulang.

"Ini bisa diikuti gangguan kognitif lain, seperti gangguan eksekutif, gangguan konsentrasi, dan gangguan bahasa. Seiring perjalanan waktu, bisa pula timbul gangguan perilaku, seperti mood yang naik turun, emosi berlebihan, bahkan pada tahap berat timbul halusinasi," jelas Dr. Yuda.

Penyebab demensia, baik demensia alzheimer, demensia vaskular, atau demensia lobus frontal, adalah multifaktor, di antaranya genetik, jenis kelamin (wanita lebih besar dari pria), pula faktor risiko vaskular, seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas, dan diabetes.

Menurut Dr. Gea Pandhita, Sp.S., M.Kes, dari RS Islam Pondok Kopi, salah satu fakta yang terjadi ketika seseorang menjadi tua adalah terjadi kemunduran, baik dari segi fisik maupun kognitif. Di sinilah demensia banyak dialami oleh mereka yang mulai masuk usia lanjut.

"Demensia adalah penurunan fungsi kognitif yang disertai perubahan perilaku. Jadi, demensia bukan penurunan daya ingat seperti lupa pintu sudah dikunci atau belum atau lupa di mana meletakkan dompet, yang sering terjadi dalam keseharian," papar Dr. Gea.

Karena demensia sangat terkait dengan penurunan fungsi kognitif, lebih rinci dr. Gea menjelaskan selain fungsi kognitif, otak memiliki beragam fungsi lainnya seperti fungsi motorik untuk menggerakkan, fungsi sensorik untuk merasa.

Dari sekian banyak fungsi tersebut, yang paling tinggi adalah tentunya fungsi kognitif atau sering pula dikenal sebagai fungsi luhur.

"Setidaknya fungsi luhur memiliki dua peran penting yaitu pertama sebagai pemusatan perhatian, sering disebut konsentrasi. Jika kita dapat mempertahankan perhatian dalam waktu lama namanya kecerdasan," papar Dr. Gea.

Fungsi luhur yang kedua yaitu daya ingat atau memori. Dalam hal ini ada memori jangka pendek dan jangka panjang, lalu ada orientasi dan persepsi, ada merasa dan fungsi eksekusi atau pengambilan keputusan. Misalnya saat mengendarai mobil, kita tahu kapan harus berjalan cepat dan kapan harus berhenti.

Nah, demensia ditandai dengan penurunan atau kemunduran fungsi luhur, tidak harus pada memori, bisa juga pada aspek-aspek yang lain, disertai gangguan aktivitas keseharian. Tidak semua lupa itu demensia, sebaliknya tidak semua orang demensia itu keluhan utamanya lupa.

"Demensia tidak hanya terkait dengan daya ingat, tetapi juga terkait dengan attention, fungsi bahasa, dan fungsi kognitif dan disertai gangguan fungsional, dan gangguan perilaku, terutama pada demensia yang sudah tahap lanjut. Jadi jangan heran bila lansia yang demensia cenderung curiga dan sering menuduh," ungkap Dr. Gea.

Dr. Yuda menyebutkan gejala khas dari demensia yang perlu diwaspadai, keluhan lupa yang lebih dari sebelumnya. Demensia bisa menyerang usia berapa pun, namun yang tersering tentu saja usia lanjut di atas 65 tahun.

Untuk penegakan kondisinya, awalnya lakukan skrining dengan pemeriksaan psikometrik terstruktur menggunakan alat skrining sederhana. Namun bila sudah dicurigai ada baiknya konsultasi dengan dokter terdekat.

Dr. Gea menyebutkan demensia Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling banyak diderita masyarakat. Setelah itu demensia vaskular, contohnya pasien-pasien yang mendadak pikun setelah kena stroke gangguan pembuluh darah, setelah kena diabetes, juga setelah kena hipertensi.

Menurut Dr. Gea, semua orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan daya ingatnya seiring pertambahan usia.

Namun, tentu diharapkan jangan sampai penurunannya lebih besar dibandingkan kondisi normal. Pasien yang terus-menerus menurun fungsinya bisa sampai pada titik Mild Cognitive Impairment (MCI) atau pra-demensia.

"Inilah titik krusial yang harus dideteksi baik oleh tenaga medis di pelayanan primer maupun di pelayanan rujukan atau RS. Termasuk juga oleh pasien sendiri, keluarga atau masyarakat. Karena kalau bisa dideteksi di tahap MCI ini, sejatinya bisa dicegah jangan sampai masuk ke demensia, dan pasien bisa kembali normal," tandas Gea.

Ia mengingatkan bahwa kalau sudah masuk demensia alzheimer, sampai sekarang belum ada obatnya. Obat yang ada saat ini tidak bisa menyembuhkan hanya memperlambat demensia.

Lebih lanjut dr. Gea menjelaskan ada cara sederhana untuk mendeteksi demensia. Salah satunya dengan mengamati perubahan keseharian. Jika tadinya orangnya gembira, lama-lama tidak demikian. Atau, punya hobi tertentu, lama-lama malas melakukan hobi dan malas bersosialisasi. Selain itu apakah terdapat gangguan keseimbangan secara fisik.

Sebagai langkah pencegahan, teruslah aktif menggunakan otak untuk senantiasa berpikir, membaca, menulis, berdiskusi, stimulasi mental, termasuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara rutin.

Langkah-langkah tersebut membuat sinaps-sinaps di otak atau sambungan antara neuron yang satu dengan neuron yang lain semakin banyak.

"Selain memperbaiki jantung, olahraga juga memperlancar aliran darah ke otak. Rupanya juga, dengan olahraga secara langsung, otak jadi bekerja aktif," papar Dr. Gea.

Menurutnya, ada satu zat di otak bernama Brain Divided Neurotropic Factor (BDNF) atau faktor otak neurotropik yang bisa merangsang pertumbuhan sel otak. Saat kita aktif berolahraga, zat BDNF akan meningkat di sel saraf otak kita sehingga terhindar dari kerusakan.

Selain itu, olahraga meningkatkan hipotalamus, yakni pusat pengendali sistem tubuh dan sistem saraf yang berfungsi menjaga kondisi tubuh agar selalu konstan dan stabil. Olahraga menjaga agar kita menjalani hidup secara berkualitas.


Komentar