Tahukah Anda Bahwa Otak Kita Terbagi Menjadi Dua Sisi?


Seperti bagian tubuh lainnya, otak pun terbagi menjadi dua sisi, otak kanan dan otak kiri. Otak kiri mengatur sisi tubuh bagian kanan, termasuk mata dan telinga, sebaliknya otak kanan mengatur sisi tubuh sebelah kiri. Bagaimana menyelelaraskannya?

Apa gunanya koran? Pasti Anda langsung menjawab, "Untuk dibaca!" Salah? Tentu saja tidak. Jawaban itu muncul pertama kali karena kita cenderung berpikir dengan otak kiri. Sedangkan jika menggunakan otak kanan, akan muncul berbagai jawaban kreatif, seperti "untuk dibuat kliping", "untuk membersihkan kaca", "untuk membungkus barang pecah belah", "untuk membuat topeng", bahkan "untuk memukul lalat".

Ya, otak kanan dan otak kiri memang berpikir dengan cara yang berbeda. Bahkan, Dr Dan Guinevere Eden, Direktur Center for Study of Learning di Georgetown University dalam tulisannya berjudul Left Brain-Right-Brain, mengatakan bahwa di dalam diri kita sebenarnya ada dua orang yang berbeda. Mengapa demikian?

Perbedaan fungsi setiap bagian otak

Penelitian Roger Sperry, pemenang Nobel tahun 1981, telah membuka jalan pemahaman fungsi kedua belahan otak. Penelitiannya yang dikenal dengan split brain experiment dilakukan terhadap seorang pasien penyandang epilepsi yang corpus collosumnya (serabut-serabut saraf penghubung kedua belahan otak) dihilangkan untuk tujuan penyembuhan penyakitnya.

Setelah pembedahan, pasien itu menjalani berbagai tes yang dilakukan terhadap masing-masing sisi bagian tubuhnya tanpa bagian lain diikutsertakan, untuk merespon stimulus dari luar. Karena penghubung antar kedua belahan otak telah hilang, ketika harus melakukan sesuatu dengan tingkat kerja otak yang lebih kompleks, tampak bahwa tiap sisi otak bekerja sendiri-sendiri. Ketika ditunjukkan sebuah pensil ke mata kanan, pasien itu bisa menyebutkan namanya, tetapi tidak bisa menjelaskan apa fungsinya. Sebaliknya ketika ditunjukkan pensil di mata kiri, pasien dapat menjelaskan fungsinya, tapi tidak bisa menyebutkan namanya.

Respons yang aneh ini terjadi karena masing-masing belahan otak memang memiliki fungsi berpikir yang berbeda. Demikian disampaikan oleh Prof Dr Sidiarto Kusumoputro SpS. Dalam kemampuan berbahasa, misalnya, otak sebelah kiri cenderung berpola bahasa linguistik (berhubungan dengan tata bahasa), sedangkan pola pikir otak kanan adalah bahasa pragmatis (berhubungan dengan intonasi, bahasa tubuh, kontak mata, dan sebagainya). Dalam berpikir, otak kiri cenderung logis analitis (berhubungan dengan teknologi, matematika, ilmu pengetahuan, efisiensi, dan sebagainya), sedangkan otak kanan cenderung bersifat holistik intuitif (berhubungan dengan seni, spiritual, kreasi, dan imajinasi).

Tidak hanya itu, menurut Sidiarto, belahan otak bagian depan dan belakang pun memiliki fungsi yang berbeda. Otak belakang mengolah pengertian, pemahaman, dan penerimaan stimulus dari luar, sedangkan otak bagian depan lebih berfungsi saat kita mengambil tindakan, menulis, berbicara, dan mengekspresikan diri.

Metode pembelajaran yang terlalu kiri

Tentu kita tidak ingin masing-masing belahan otak kita bekerja sendiri-sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Sidiarto, bahwa kedua belahan otak harus digunakan secara seimbang. Disinilah fungsi penting corpus collosum, yang biasa disebut "jembatan emas", yang menguntungkan kedua belahan otak. Struktur inilah yang memungkinkan terjadinya pengolahan informasi secara utuh.

Sayangnya, metode pengajaran sekarang ini cenderung memberikan bobot lebih pada penggunaan otak kiri. Hal ini terjadi karena banyak orangtua dan juga pendidik yang salah memberikan arti pada kecerdasan. Seperti yang disampaikan oleh Rosliana Verauli, "Cerdas cenderung dihubungkan dengan IQ tinggi, dan cepat bisa membaca serta berhitung." Tuntutan untuk menjadi "cerdas" seperti inilah yang kemudian diinterpretasikan dalam metode-metode pembelajaran yang mengutamakan intelegensia, penciptaan teknologi, penghitungan matematis, keuangan, dan sebagainya.

Salah satu kelemahan sistem pembelajaran yang mengutamakan pengembangan otak sebelah kiri adalah kurangnya kreativitas. Seperti yang dikatakan Eden, "Kebanyakan anak-anak memiliki kreativitas tinggi (yang diatur oleh otak kanan) sebelum mereka masuk sekolah. Hanya 10% dari anak-anak ini yang tingkat kreativitasnya tetap sama pada usia 7 tahun, dan ketika telah dewasa, hanya 2% yang tetap memiliki tingkat kreativitas tinggi."

Tak hanya hilangnya kreativitas, Sidiarto juga menyoroti meningkatnya kekerasan yang dilakukan anak sebagai salah satu metode pembelajaran yang mengutamakan pengembangan otak kiri. "Pendidikan seharusnya memperhatikan juga pembentukan watak, yang sayangnya ada di otak kanan," tegasnya.

Menyeimbangkan fungsi otak dengan brain gym

Dr Paul E. Dennison, pencipta Brain Gym, menambahkan, pembelajaran yang memberi bobot berlebih pada otak kiri ini bisa membuat orang menjadi stres. "Bahkan musik pun tak sempat lagi mereka nikmati, karena sibuk menganalisa." Tak hanya itu, metode pembelajaran ini juga akan menciptakan orang yang cenderung berkompetisi, memikirkan segala sesuatu dari sisi menang dan kalah. Akibatnya, ketika menghadapi sesuatu, mereka hanya punya dua pilihan, yaitu menghadapi masalah atau lari.

"Kalau pembelajaran memberi bobot pada otak sebelah kanan, yang memperhatikan aspek seni, musik, dan bermain; belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan, dan hal-hal baru bisa diterima secara terbuka," kata Dennison. Namun, Dennison mengingatkan, masalah dalam penggunaan otak bukan menyeimbangkan sisi kiri-kanan saja, tetapi juga otak depan-belakang, dan atas-bawah. Ketiganya memiliki dimensi penting dalam kehidupan, yaitu: dimensi lateral (otak kanan-kiri) yang berfungsi dalam komunikasi, dimensi fokus (koordinasi sistem otak depan-belakang) yang mempengaruhi cara berekspresi dalam kehidupan, dan dimensi pemusatan (sistem otak atas-bawah) yang menuntun kita untuk berada dalam energi perasaan, kebijaksanaan, dan inteligensi.

Dennison dalam bukunya Brain Gym and Me mengatakan bahwa brain gym menawarkan alat praktis untuk menyatukan kombinasi yang unik dari ketiga dimensi ini. Brain gym terdiri dari 26 gerak sederhana yang dapat menarik keluar potensi dalam tubuh dengan meningkatkan kerja otak sehingga memudahkan kita dalam melakukan kegiatan dan menghadapi tuntutan sehari-hari.

Menurut Dennison, salah satu gerakan ideal untuk melakukan integrasi otak adalah gerakan menyilang karena menuntut koordinasi dari otak kanan dan otak kiri untuk bekerja dalam gerakan yang ritmis. Caranya: dalam posisi duduk, angkat tangan kanan dan kaki kiri Anda secara serentak, dan dengan ringan, ketukkan lengan kanan ke lutut kiri Anda. Kembalikan tangan dan kaki ke posisi istirahat, lalu lakukan gerakan yang sama untuk tangan kiri dan kaki kanan. Lakukan gerakan ini berulang-ulang selama sekitar 1 menit.

Mengintegrasikan otak lewat latihan sederhana

Selain lewat gerakan brain gym, Sidiarto menawarkan beberapa latihan yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan kedua belahan otak. "Setiap orang memang memiliki kecenderungan untuk lebih dominan pada salah satu sisi otak, tetapi dengan pembelajaran dan pelatihan tertentu, kita bisa memindahkan fungsi otak dari kiri ke kanan, atau bahkan menggabungkan keduanya," kata Sidiarto, "jika integrasi otak kanan dan kiri ini kita kembangkan secara optimal, kita akan menjadi orang yang holistik, intuitif, dan memiliki fleksibilitas tinggi."

Berikut ini beberapa latihan untuk integrasi otak.

1. Mengenali wajah dan emosi

Karena kemampuannya untuk menangkap yang kita lihat, otak kanan memiliki peran penting untuk mengenali perubahan-perubahan ekspresi wajah, seperti: sedih, senang, marah, heran, terkejut, dan sebagainya. Jika kemampuan ini terasah, kita mampu menjalin hubungan sosial dengan baik, bersimpati, dan berempati.

2. Bercerita dan mengarang

Penggunaan imajinasi pada saat bercerita membutuhkan kerja otak kanan. Namun, kegiatan mengarang juga membutuhkan kerjasama kedua sisi otak, untuk penggabungan cara pandang yang meluas dan menyempit, melihat persamaan dan perbedaan, atau menggunakan variasi pola pikir global dan mendetail.

3. Pantomim

Memahami arti gerakan dari pantomim akan merangsang kemampuan berbahasa pragmatis. Ini diolah di otak kanan, karena kita perlu memahami makna dibalik gerakan badan, tangan, kaki, kepala, juga mata.

4. Musik

Menurut Dennison, di dalam musik ada nada yang diolah dalam otak kanan, dan ritme yang diolah di otak kiri. Dengan bermusik, kita menyatukan kedua belahan otak untuk bekerja bersama.

5. Imajinasi visual

Latihan yang paling mudah untuk menggeser kemampuan otak menurut Sidiarto adalah dengan memikirkan fungsi lain yang tidak biasa, dari sebuah benda yang kita lihat. Misalnya, ketika kita melihat sebuah raket, carilah fungsi selain untuk memukul bola.

Lebih baik dilakukan sejak dini

Latihan-latihan yang diberikan oleh Sidiarto sangat perlu untuk membangun fleksibilitas kita yang sudah "terlanjur" cenderung menggunakan otak sebelah kiri dan kehidupan sehari-hari.

Tentu saja, pembelajaran dengan integrasi otak ini akan lebih baik jika dilakukan sejak dini. "Pakailah momentum ketika otak tumbuh sangat cepat, yaitu sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun," saran Sidiarto. Stimulasi yang disarankan Sidiarto pun tidak sulit dilakukan, misalnya dengan mengayun untuk menstimulasi keseimbangan anak (gerakan ini pun baik dilakukan saat bayi masih dalam kandungan, atau memberikan stimulasi terhadap indera pendengaran, lewat berbagai macam bunyi dan suara), merangsang indera perasa dengan sentuhan dan dekapan, dan sebagainya.

Sidiarto juga mengingatkan orangtua dan pendidik untuk memberikan pembelajaran yang sesuai dengan proses perkembangan anak. "Proses pembelajaran itu berlangsung dari otak bagian belakang ke otak bagian depan, juga dari otak kanan ke otak kiri. Jika prosesnya dibalik, hasilnya tidak akan optimal," katanya. Dalam proses belajar bahasa, misalnya, anak umumnya belajar lewat pemahaman terlebih dahulu (otak belakang), sebelum ia dapat bertutur (otak depan).

Karena itu, meski anak belum dapat menjawab atau merespon, tetap ajak terus dia untuk berbicara, karena ia akan melakukan pemahaman atas ucapan-ucapan orang yang ada di sekelilingnya, bahkan sebelum ia dapat mengucapkannya. Belajar berbahasa juga dimulai dengan pemahaman bahasa pragmatik (otak kanan) menuju ke pemahaman bahasa verbal (otak kiri). "Anak perlu diasah kemampuan otak kanannya lewat pemakaian bahasa pragmatis, seperti intonasi, tatapan mata, atau pola giliran berbicara." jelas Sidiarto.

Selain menyesuaikan dengan proses perkembangan, Verauli menekankan perlunya pemberian stimulasi dalam suasana dan cara yang menyenangkan, berbentuk permainan. Dan yang terpenting, orangtua memposisikan diri tidak hanya sebagai sumber pembelajaran melainkan juga sumber kasih sayang bagi anak. Perasaan sayang dan cinta menghasilkan kebahagiaan dan emosi positif bagi anak yang memudahkannya untuk belajar. Jadi, kalau ingin anak Anda dan diri Anda sendiri cerdas, kreatif, sekaligus berwatak positif, mulailah menyelaraskan fungsi otak sekarang juga!


Komentar