Memeriksa Lupus Sendiri
Lupus merupakan penyakit autoimun yang bersifat menetap. Agar tetap aktif dan produktif, penderitanya harus paham strategi berdamai dengan si "penyakit seribu wajah."
Diperkirakan, ada 56 juta kematian di dunia akibat lupus.
Data prevalensi di setiap negara berbeda. Di Indonesia, jumlah penderita lupus secara tepat belum diketahui. Namun, survei yang dilakukan Prof. Handoko Kalim dan tim menguak bahwa prevalensi lupus adalah 0,5 persen dari total populasi.
Apa sebenarnya lupus? Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang dapat menyerang berbagai organ tubuh. LES terjadi akibat gangguan regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto-antibodi berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi faktor-faktor genetik, hormonal, dan lingkungan, ungkap DR. Dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Ketua Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
"Akibat kombinasi hal-hal tersebut, sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri," jelas Dr. Iris.
Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan "auto-antibodi" secara terus menerus terhadap auto-antigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun. Akibatnya? Kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Penjelasan senada disampaikan oleh Dr. Deshinta Putri Mulya, M.Sc., Sp.PD-KAI, FINASIM, dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
"Lupus adalah suatu penyakit autoimun sistemik yang muncul akibat sistem pertahanan tubuh menyerang organ maupun jaringan sehingga terjadi peradangan hingga terjadi kerusakan organ," ujar Dr. Deshinta.
"Perjalanan penyakit lupus bervariasi dari yang ringan semisal hanya menyerang kulit dan persendian hingga yang berat yang mengakibatkan kerusakan organ," kata Dr. Deshinta.
Lupus juga disebabkan oleh kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, dan jenis kelamin. Seseorang dengan predisposisi lupus dapat bermanifestasi akibat pacuan dari faktor lingkungan, antara lain diet yang tidak tepat, obat-obatan, dan stres.
Lupus dapat dikenali dengan tanda khas yang kita kenal dengan istilah malar rash atau butterfly rash - tanda menyerupai sayap kupu-kupu di kedua pipi penderita. Gejala lain adalah pegal di persendian, rambut sering rontok, dan sariawan.
Diagnosis yang tepat sangat penting agar lupus dapat ditangani dengan baik. Untuk penegakan diagnosis, pertama-tama dokter akan memberi sejumlah pertanyaan (anamnesis) sesuai tanda dan gejala yang dirasakan.
Jika dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung kecurigaan ke arah lupus, maka akan dilakukan pemeriksaan laboratorium, terutama ANA, dsDNA, C3, dan C4. Jika hasil lab mendukung, maka pasien dinyatakan menderita lupus.
Penyakit ini sendiri terbagi berdasarkan derajat keparahan menjadi ringan, sedang, dan berat, serta dari organ mana yang terlibat, seperti apakah ada manifestasi ke ginjal, sel darah merah, hati, dan lain-lain. Dari sinilah, dokter mampu merencanakan strategi pengobatan.
Dr. Iris menegaskan bahwa menurut sejumlah penelitian, keadaan yang prima dapat memperbaiki penyakit lupus.
Hampir setengah penderita lupus mengeluh kelelahan. Karena itu, di samping pemberian obat, upaya mengurangi kelelahan harus didampingi cukup istirahat, batasi aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup.
Yang tak kalah penting, kendalikan stres. Begitu pula paparan sinar matahari, karena sinar ultraviolet memiliki tiga gelombang, dan dua dari tiga gelombang tersebut berperan dalam proses fototoksik.
"Gelombang ini terpapar paling banyak pada pukul 10 pagi sampai 3 sore, sehingga semua pasien lupus dianjurkan untuk menghindar paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut," Dr. Iris mengingatkan.
Pesan yang sama disampaikan oleh Dr. Deshinta.
"Agar bisa hidup berdamai dengan lupus, pasien harus menerima kondisinya dengan sepenuh hati, hidup sehat (salah satunya dengan makan makanan alami), hindari stres maupun trauma fisik, dan hindari merokok," tandas Dr. Deshinta.
Jangan lupa, hindari pajanan sinar matahari langsung, khususnya antara pukul 10-15, hindari pemakaian kontrasepsi hormonal, serta disiplin dalam berobat.
Untuk mencegah kekambuhan, Dr. Deshinta menekankan agar pasien menghindari faktor pemicu, antara lain infeksi. Bila merasakan tanda-tanda infeksi (seperti infeksi saluran kemih atau paru-paru), segera konsultasi dengan dokter yang merawat agar lupus tidak kambuh.
Perjalanan penyakit autoimun umumnya fluktuatif. Dengan menghindari faktor-faktor pemicu, maka kekambuhan dapat dihindari.
"Perubahan gaya hidup dan minum obat-obatan dalam jangka waktu lama sering membosankan bagi penderita lupus. Namun, jangan menyerah dan teruslah bersemangat berjuang menghadapi lupus," Dr. Deshinta mengingatkan.
Jika tidak ditangani dengan tepat, dampak terburuk yang mungkin ditimbulkan penyakit ini adalah kerusakan organ. Ini akibat peradangan yang terus-menerus, sehingga fungsi organ menjadi terganggu.
Pengobatan lupus pada dasarnya adalah menekan sistem imun yang bekerja melawan diri sendiri, yakni dengan pemberian kortikosteroid dan immunosupressant.
Karena kerja obat yang menekan daya tahan tubuh, maka pemberian obat tersebut tidak boleh sembarangan dan harus diawasi sepenuhnya oleh dokter yang merawat untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan.
Saat ini, banyak penelitian dikembangkan untuk menangani lupus, antara lain riset yang dikembangkan untuk mendiagnosis lupus secara cepat dan akurat.
Ada pula riset yang menitikberatkan faktor lingkungan apa saja yang dapat mencetuskan terjadinya lupus, riset yang melihat diet yang terbaik bagi penderita lupus (seperti peran vitamin D), maupun riset penggunaan stem cell pada lupus
"Lupus memang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup, agar penderitanya dapat tetap beraktivitas dengan baik serta bermanfaat bagi orang sekitar," pungkas Dr. Deshinta.
Faktor Risiko Lupus
Genetik
Kendati belum diketahui sepenuhnya gen apa saja yang menjadi penyebab, 7 persen pasien memiliki keluarga dekat (orangtua atau saudara kandung) yang juga terdiagnosis lupus. Untuk kembar identik, kemungkinan terkena lupus pada salah satu adalah 30 persen.
Lingkungan
Faktor ini sangat berperan sebagai pemicu lupus, seperti infeksi, sres, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultraviolet, dan penggunaan obat tertentu.
Hormonal
Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya estrogen, menjadi pencetus penyakit lupus. Faktor ini juga dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki (90 persen penderita lupus adalah perempuan).
Periksa Lupus Sendiri
Lakukan SALURI (Periksa Lupus Sendiri) dengan mengecek apakah Anda memiliki setidaknya empat dari 12 kondisi berikut:
* Demam lebih dari 38 C dengan sebab yang tidak jelas.
* Rasa lelah dan lemah berlebihan.
* Sensitif terhadap sinar matahari.
* Rambut rontok.
* Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu dengan kedua "sayap" melintang dari pipi ke pipi.
* Ruam kemerahan di kulit.
* Sariawan yang tidak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut.
* Nyeri dan bengkak pada persendian, terutama di lengan dan tungkai, menyerang lebih dari dua sendi dalam jangka waktu yang lama.
* Ujung-ujung jari tangan dan kaki menjadi pucat hingga kebiruan saat dingin.
* Nyeri dada, terutama saat berbaring dan menarik napas.
* Kejang atau kelainan saraf lain.
* Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium (atas anjuran dokter).
Diperkirakan, ada 56 juta kematian di dunia akibat lupus.
Data prevalensi di setiap negara berbeda. Di Indonesia, jumlah penderita lupus secara tepat belum diketahui. Namun, survei yang dilakukan Prof. Handoko Kalim dan tim menguak bahwa prevalensi lupus adalah 0,5 persen dari total populasi.
Apa sebenarnya lupus? Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang dapat menyerang berbagai organ tubuh. LES terjadi akibat gangguan regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto-antibodi berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi faktor-faktor genetik, hormonal, dan lingkungan, ungkap DR. Dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Ketua Divisi Alergi-Imunologi Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
"Akibat kombinasi hal-hal tersebut, sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri," jelas Dr. Iris.
Penyimpangan reaksi imunologi ini akan menghasilkan "auto-antibodi" secara terus menerus terhadap auto-antigen, pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun. Akibatnya? Kerusakan pada beberapa organ tubuh.
Penjelasan senada disampaikan oleh Dr. Deshinta Putri Mulya, M.Sc., Sp.PD-KAI, FINASIM, dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
"Lupus adalah suatu penyakit autoimun sistemik yang muncul akibat sistem pertahanan tubuh menyerang organ maupun jaringan sehingga terjadi peradangan hingga terjadi kerusakan organ," ujar Dr. Deshinta.
"Perjalanan penyakit lupus bervariasi dari yang ringan semisal hanya menyerang kulit dan persendian hingga yang berat yang mengakibatkan kerusakan organ," kata Dr. Deshinta.
Lupus juga disebabkan oleh kombinasi antara faktor genetik, lingkungan, dan jenis kelamin. Seseorang dengan predisposisi lupus dapat bermanifestasi akibat pacuan dari faktor lingkungan, antara lain diet yang tidak tepat, obat-obatan, dan stres.
Lupus dapat dikenali dengan tanda khas yang kita kenal dengan istilah malar rash atau butterfly rash - tanda menyerupai sayap kupu-kupu di kedua pipi penderita. Gejala lain adalah pegal di persendian, rambut sering rontok, dan sariawan.
Diagnosis yang tepat sangat penting agar lupus dapat ditangani dengan baik. Untuk penegakan diagnosis, pertama-tama dokter akan memberi sejumlah pertanyaan (anamnesis) sesuai tanda dan gejala yang dirasakan.
Jika dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung kecurigaan ke arah lupus, maka akan dilakukan pemeriksaan laboratorium, terutama ANA, dsDNA, C3, dan C4. Jika hasil lab mendukung, maka pasien dinyatakan menderita lupus.
Penyakit ini sendiri terbagi berdasarkan derajat keparahan menjadi ringan, sedang, dan berat, serta dari organ mana yang terlibat, seperti apakah ada manifestasi ke ginjal, sel darah merah, hati, dan lain-lain. Dari sinilah, dokter mampu merencanakan strategi pengobatan.
Dr. Iris menegaskan bahwa menurut sejumlah penelitian, keadaan yang prima dapat memperbaiki penyakit lupus.
Hampir setengah penderita lupus mengeluh kelelahan. Karena itu, di samping pemberian obat, upaya mengurangi kelelahan harus didampingi cukup istirahat, batasi aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup.
Yang tak kalah penting, kendalikan stres. Begitu pula paparan sinar matahari, karena sinar ultraviolet memiliki tiga gelombang, dan dua dari tiga gelombang tersebut berperan dalam proses fototoksik.
"Gelombang ini terpapar paling banyak pada pukul 10 pagi sampai 3 sore, sehingga semua pasien lupus dianjurkan untuk menghindar paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut," Dr. Iris mengingatkan.
Pesan yang sama disampaikan oleh Dr. Deshinta.
"Agar bisa hidup berdamai dengan lupus, pasien harus menerima kondisinya dengan sepenuh hati, hidup sehat (salah satunya dengan makan makanan alami), hindari stres maupun trauma fisik, dan hindari merokok," tandas Dr. Deshinta.
Jangan lupa, hindari pajanan sinar matahari langsung, khususnya antara pukul 10-15, hindari pemakaian kontrasepsi hormonal, serta disiplin dalam berobat.
Untuk mencegah kekambuhan, Dr. Deshinta menekankan agar pasien menghindari faktor pemicu, antara lain infeksi. Bila merasakan tanda-tanda infeksi (seperti infeksi saluran kemih atau paru-paru), segera konsultasi dengan dokter yang merawat agar lupus tidak kambuh.
Perjalanan penyakit autoimun umumnya fluktuatif. Dengan menghindari faktor-faktor pemicu, maka kekambuhan dapat dihindari.
"Perubahan gaya hidup dan minum obat-obatan dalam jangka waktu lama sering membosankan bagi penderita lupus. Namun, jangan menyerah dan teruslah bersemangat berjuang menghadapi lupus," Dr. Deshinta mengingatkan.
Jika tidak ditangani dengan tepat, dampak terburuk yang mungkin ditimbulkan penyakit ini adalah kerusakan organ. Ini akibat peradangan yang terus-menerus, sehingga fungsi organ menjadi terganggu.
Pengobatan lupus pada dasarnya adalah menekan sistem imun yang bekerja melawan diri sendiri, yakni dengan pemberian kortikosteroid dan immunosupressant.
Karena kerja obat yang menekan daya tahan tubuh, maka pemberian obat tersebut tidak boleh sembarangan dan harus diawasi sepenuhnya oleh dokter yang merawat untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan.
Saat ini, banyak penelitian dikembangkan untuk menangani lupus, antara lain riset yang dikembangkan untuk mendiagnosis lupus secara cepat dan akurat.
Ada pula riset yang menitikberatkan faktor lingkungan apa saja yang dapat mencetuskan terjadinya lupus, riset yang melihat diet yang terbaik bagi penderita lupus (seperti peran vitamin D), maupun riset penggunaan stem cell pada lupus
"Lupus memang tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup, agar penderitanya dapat tetap beraktivitas dengan baik serta bermanfaat bagi orang sekitar," pungkas Dr. Deshinta.
Faktor Risiko Lupus
Genetik
Kendati belum diketahui sepenuhnya gen apa saja yang menjadi penyebab, 7 persen pasien memiliki keluarga dekat (orangtua atau saudara kandung) yang juga terdiagnosis lupus. Untuk kembar identik, kemungkinan terkena lupus pada salah satu adalah 30 persen.
Lingkungan
Faktor ini sangat berperan sebagai pemicu lupus, seperti infeksi, sres, antibiotik (khususnya kelompok sulfa dan penisilin), cahaya ultraviolet, dan penggunaan obat tertentu.
Hormonal
Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit lupus sebelum periode menstruasi atau selama masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon, khususnya estrogen, menjadi pencetus penyakit lupus. Faktor ini juga dapat menjelaskan mengapa kaum perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki (90 persen penderita lupus adalah perempuan).
Periksa Lupus Sendiri
Lakukan SALURI (Periksa Lupus Sendiri) dengan mengecek apakah Anda memiliki setidaknya empat dari 12 kondisi berikut:
* Demam lebih dari 38 C dengan sebab yang tidak jelas.
* Rasa lelah dan lemah berlebihan.
* Sensitif terhadap sinar matahari.
* Rambut rontok.
* Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu dengan kedua "sayap" melintang dari pipi ke pipi.
* Ruam kemerahan di kulit.
* Sariawan yang tidak kunjung sembuh, terutama di atap rongga mulut.
* Nyeri dan bengkak pada persendian, terutama di lengan dan tungkai, menyerang lebih dari dua sendi dalam jangka waktu yang lama.
* Ujung-ujung jari tangan dan kaki menjadi pucat hingga kebiruan saat dingin.
* Nyeri dada, terutama saat berbaring dan menarik napas.
* Kejang atau kelainan saraf lain.
* Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium (atas anjuran dokter).
Komentar