Ayo Pahami Lebih Jauh Tentang "Stunting"
Istilah stunting masih terdengar asing? Saatnya pahami lebih jauh problem yang masih menghantui anak-anak kita.
Stunting menjadi salah satu problem gizi terbesar di Indonesia saat ini.
Di seluruh provinsi di Indonesia, termasuk DKI Jakarta, angka stunting masih sebesar >20 persen. Tak heran jika kita masih menempati peringkat lima negara dengan stunting terbanyak di dunia.
DR. Dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, menjelaskan tentang stunting.
"Tidak semua anak pendek berarti stunting, dan stunting bukan hanya soal tubuh pendek. Stunting menjadi masalah karena dapat meningkatkan mortalitas. Anak stunting empat kali lebih mudah meninggal, dan IQ penderitanya menjadi turun," papar Dr. Damayanti.
"Stunting adalah perawakan pendek yang disebabkan asupan nutrisi yang kurang adekuat atau kondisi kesehatan yang kurang baik," tegas Dr. Damayanti.
"Pendek bisa karena short stature, atau karena bawaan genetik. Ada pula yang patologis, terbagi lagi menjadi proporsional dan tidak proporsional, misalnya cebol. Sementara itu, pendek karena stunting biasanya proporsional," ujar Dr. Damayanti.
Dengan kata lain, stunting adalah persoalan gagal tumbuh. Anak tidak tumbuh optimal seperti seharusnya karena kekurangan gizi. Kondisi ini bisa diawali karena bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah.
Jadi, bisa dikatakan "modal" anak kurang sejak awal, karena anak tidak mendapat asupan nutrisi yang adekuat setelah lahir.
Ini bisa terjadi karena faktor ekonomi dan ketidaktahuan orangtua tentang cara memberi makan yang benar. Atau, bisa pula karena persoalan abuse atau sakit. Misalnya, anak sering demam. Meski asupan nutrisinya bagus, nutrisi itu akhirnya terpakai untuk mengatasi demam.
Idealnya, pertumbuhan anak berjalan linear, pertambahan berat badan diikuti dengan peningkatan tinggi badan. Pertumbuhan paling cepat terjadi dalam setahun pertama.
Setelah itu mulai turun, lalu naik lagi saat anak puber, yakni usia 10 tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak lelaki. Stunting selalu diawali dengan berat badan kurang dan perlahan terus turun.
Bila anak sampai kekurangan asupan energi, yang pertama kali dikorbankan adalah otaknya.
"Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi seandainya asupan gizi anak jelek selama satu tahun pertama hidupnya. Penelitian menunjukkan bayi yang pernah gizi kurang/gizi buruk di usia <1 tahun, maka pada usia 40 tahun, 25 persen akan memiliki IQ <70, dan 40 persen memiliki IQ <90," jelas Dr. Damayanti.
Saat anak lahir, bukan hanya berat badan yang perlu diukur, tapi juga tinggi. Bila menurut grafik pertumbuhan skor anak lebih dari +1 atau kurang dari -2, anak harus segera dirujuk ke Puskesmas.
Selanjutnya, harus diukur tinggi badan dan lingkar kepala anak. Pada anak <2 tahun, tinggi diukur dengan posisi anak telentang, dan berdiri bila usia anak >2 tahun. Bila ditemukan skornya -2, anak harus segera dirujuk ke dokter spesialis anak.
"Ini tidak boleh ditunda, karena kita hanya punya waktu sampai anak berusia 2 tahun untuk mengejar ketertinggalan. Bila ditemukan di awal, masih bisa diperbaiki," tegas Dr. Damayanti.
Saat kecerdasan berkurang, pertumbuhan tinggi anak pun terhambat. Hingga usia 1 tahun, bagian yang banyak tumbuh adalah batang tubuh. Karena itu, bayi tampak montok dan perutnya sedikit buncit.
Kemudian, setelah usia setahun hingga remaja, yang tumbuh pesat adalah bagian kaki (tulang panjang). Pada ujung-ujung tulang panjang inilah terdapat lempeng pertumbuhan.
Lempeng inilah yang akan bertambah sehingga tulang semakin panjang. Untuk membentuk lempeng ini dibutuhkan energi dan protein.
Protein berperan untuk membawa hormon pertumbuhan atau growth hormone yang diproduksi di hati.
Hormon tersebut dibawa ke lempeng pertumbuhan dan otot sehingga tubuh semakin panjang. Maka, bila tidak ada protein, tidak ada pula yang menyangkut.
Bila defisiensi nutrisi dibiarkan berkepanjangan, pada akhirnya keseimbangan hormonal akan terganggu. Produksi hormon ini terganggu, anak pun menjadi semakin pendek.
Yang tak kalah penting, pola tidur anak juga harus baik. Growth hormone (GH) diproduksi saat anak di fase tidur dalam. Karena itulah, anak harus tidur nyenyak, terutama di malam hari.
"Produksi GH paling tinggi pada pukul 11 malam hingga dua pagi. Namun, ini tak akan terjadi bila tidur anak tidak nyenyak. Dan, GH baru keluar setelah anak tidur selama tiga jam," papar Dr. Damayanti.
Apakah nutrisi yang penting untuk pencegahan stunting?
Jawabnya, protein hewani yang mengandung asam amino esensial. Namun, asupan protein tidak bisa berdiri sendiri. Dia perlu juga energi, karbohidrat, lemak, dan mikronutrisi (vitamin dan mineral).
"Bila asupan energi kurang, protein yang dimakan tidak digunakan untuk tumbuh, melainkan untuk energi. Karena itulah, menu makan anak harus seimbang," tutur Dr. Damayanti.
Pakar ini menegaskan, stunting bisa dicegah dengan protein yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Anjurannya adalah memberi protein hewani pada anak sejak usia 6 bulan, dengan asupan 1,1 gr/BB. Jangan juga sampai berlebihan.
"Makanlah makanan dari sumber di sekitar kita. Bila jauh dari laut, ada ikan sungai yang kandungan proteinnya tak kalah bagus," pesan Dr. Damayanti.
"Begitu pula telur, unggas, atau daging merah. Menurutnya, tempe saja tidak bisa mencegah stunting, kecuali bila dikombinasi dengan sumber protein hewani," tandasnya.
Dr. Damayanti juga menekankan, jangan terlalu berlebihan sampai tidak memberikan garam dan gula sama sekali. Tanpa gula dan garam, makanan akan terasa tidak enak sehingga anak tidak mau makan.
Salah satu penyebab stunting adalah pemberian makanan yang salah. Bila ASI sudah tidak mencukupi, maka MPASI harus diberikan. Ini bukan berarti ASI dihentikan, melainkan ditambah dengan MPASI.
"Berikanlah anak MPASI yang benar, dengan kandungan nutrisi cukup dan seimbang, mengandung makro dan mikronutrisi," ujar Dr. Damayanti.
Hal senada disampaikan Dr. Margaretha Komalasari, Sp.A., dari Brawijaya Women & Children Hospital. "Di usia enam bulan, si kecil mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI)," ujarnya.
"Saat hendak memberikan MPASI pada si kecil, jangan lupakan empat bintang. MPASI empat bintang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, kacang-kacangan, sayur, dan buah," jelas Dr. Margaretha.
Menurutnya, MPASI empat bintang perlu diberikan sebagai upaya mencegah stunting pada anak-anak. Makanan empat bintang ini diberikan agar kebutuhan nutrisi makro dan mikro anak terpenuhi dengan baik.
"Nutrisi ini diperlukan untuk perkembangan otak si kecil. Begitu dilewati dengan baik, maka pertumbuhan anak akan maksimal," Dr. Margaretha berpesan.
"Stunting berdampak besar pada kecerdasan anak. Dalam jangka panjang bisa menyebabkan penyakit degeneratif terkait obesitas," kata Dr. Margaretha.
"Bila sudah terjadi stunting, penanganan harus dilakukan oleh spesialis anak. Apalagi, dampak stunting bersifat irreversible atau permanen. Kerusakan yang sudah terjadi tidak bisa dikembalikan sepenuhnya," pungkas Dr. Margaretha.
Komentar