Hindari Cedera Saat Lari


Berlari merupakan salah satu olahraga populer. Namun, tak banyak yang memiliki pemahaman tepat tentang lari, termasuk cedera yang rentan timbul.

Ada beragam alasan mengapa lari menjadi pilihan favorit.

Selain menyehatkan, lari merupakan salah satu olahraga paling murah. Semua orang bisa melakukannya tanpa perlu keahlian khusus. Berlari juga bisa dijalani kapan saja dan di mana saja.

Sayangnya, eforia berlari yang menimbulkan demam maraton di berbagai area belum diiringi pemahaman seputar lari yang benar. Tak heran cedera lari masih banyak terjadi, sebagian besar pada ajang maraton.

Menurut Dr. Bagus Pramantha, Sp.OT, dari RS St. Carolus, sepertiga cedera disebabkan oleh teknik yang salah dan pemilihan sepatu yang keliru. Cedera juga kerap terjadi di bagian tumit karena saat berlari, tumitlah yang pertama kali mengenai permukaan.

"Penyebab cedera lain adalah kondisi telapak kaki yang belum menapak sempurna pada permukaan dan berat badan tertumpu di sana. Itu sebabnya bagi mereka dengan berat badan berlebih akan membebani lutut dan tumit," ujar Dr. Bagus.

Menurut Dr. Bagus, terdapat dua faktor risiko cedera lari, yaitu faktor internal dan eksternal tubuh.

"Faktor internal tubuh antara lain stamina yang kurang fit, pemanasan yang keliru, otot kaku karena kurang peregangan, dan ada cedera sebelumnya yang belum diatasi," papar Dr. Bagus.

Selain itu, Dr. Bagus juga menekankan agar jangan memaksakan diri berlari serta memahami batas diri. Jangan pula mengikuti orang lain yang lebih profesional.

"Di sinilah sering kali terdapat salah kaprah berlari, yaitu hasrat ingin bersaing dan merasa kuat, sehingga jarak dan waktu tempuh maupun durasi lari ditambah," ungkap Dr. Bagus.

Sebaiknya, tingkatkan jarak, waktu, dan durasi berlari secara bertahap. Lakukan latihan secara berkala setidaknya tiga kali seminggu, dan jangan lakukan persiapan hanya saat akan berkompetisi.

Sementara itu, faktor eksternal yang memicu cedera dalam berlari antara lain berupa kesalahan program latihan, seperti kurang pemanasan, serta pemilihan sepatu yang tidak sesuai dengan ukuran kaki, sehingga membuat tidak nyaman.

Menurut Dr. Bagus, penelitian membuktikan bahwa 50 persen risiko cedera meningkat karena cedera sebelumnya. Dari bagian yang cedera, gejala bisa menjalar ke sekitarnya. Karena itu, pastikan cedera dari periode sebelumnya sudah diatasi tuntas agar tidak semakin parah dan mengganggu aktivitas lari berikutnya.

"Penelitian di Amerika dan Eropa menunjukkan, lokasi cedera paling sering adalah di lutut (42 persen), kaki dan pergelangan (17 persen), kaki bawah (11 persen), serta betis dan tumit (masing-masing 6 persen)", beber Dr. Bagus.

Sementara itu, Dr. Octavina Alsim, Sp.KFR, dari RS St. Carolus, menegaskan bahwa lari yang aman hanya bisa diwujudkan bila mengikuti aturan main.

"Protokol lari yang benar adalah menaikkan durasi dan jarak secara bertahap dan memastikan diri cukup hidrasi, cukup makan, dan kebutuhan tidur terpenuhi dengan baik," tegas Dr. Octavina.

"Jangan hanya fokus pada lari. Otot lain pun perlu dilatih dengan rutin ke gym atau senam. Ini penting untuk meningkatkan otot tubuh secara keseluruhan yang juga bekerja saat lari, seperti otot paha depan dan belakang," kata Dr. Octavina.

Otot abdomen atau otot perut dan bokong juga perlu dilatih agar kuat untuk stabilisasi. Saat lari, semua otot mesti seimbang bergerak. Mekanisme berlari terletak pada lari dan loncat yang akan berdampak pada tulang belakang.

Otot tangan juga penting saat kita berlari.

Menurut Dr. Octavina, otot tangan berguna untuk meningkatkan momentum kecepatan lari. Dengan latihan berkala, tangan dan dada juga akan kuat. Semua otot ini menentukan kekuatan menjadi pelari yang baik.

"Selain itu, perhatikan kecukupan minum air putih untuk menghindari dehidrasi dan cedera otot lebih dalam. Dehidrasi saat olahraga berbahaya bagi ginjal," Dr. Octavina mengingatkan.

Ini karena otot pembuangan yang ada di ginjal tidak bisa bekerja maksimal dan bisa rusak. Ini sering terjadi pada pelari yang tidak pernah terhidrasi dengan baik.

Apa harus dilakukan saat timbul cedera?

"Jangan tunda untuk datangi dokter. Cedera yang cepat ditangani akan lebih cepat pulih dan Anda akan kembali bisa berlari. Jangan pula menganggap remeh cedera, sekecil apa pun," tegas Dr. Octavina.

Dia memaparkan sejumlah indikator untuk mengenali cedera yang tidak biasa. Pertama, gunakan derajat 0-10 dalam mengukur tingkat cedera. Angka 0 berarti masih bisa tersenyum, sedangkan angka 10 mungkin sudah menangis karena menahan sakit.

Indikator kedua adalah jika nyeri terasa tajam dan ngilu sekali. Ketiga, bila nyeri yang dirasakan mengganggu tidur hingga terbangun di malam hari. Keempat, nyeri tetap ada saat berlari. Kelima, nyeri timbul di bagian yang sama.

Hal senada disampaikan oleh Dr. Yudistira Parulian Siregar, Sp.OT.

"Jangan anggap remeh cedera pada tubuh, karena tidak semua masalah sesederhana yang dibayangkan. Umumnya, cedera pasti berdampak pula pada struktur lain di tubuh," ujar Dr. Yudistira.

Menurut Dr. Yudistira, penting bagi kita untuk memastikan jenis cedera dan di bagian tubuh yang mana. Tidak semua harus ditangani dengan operasi. Ada yang sembuh dengan perbaikan pola hidup.

"Operasi dibutuhkan kalau memang pengobatan konservatif sudah gagal selama minimal tiga bulan. Atau, karena alasan lain, misalnya seorang atlet yang harus kembali latihan dan bertanding," papar Dr. Yudistira.

Dia menegaskan bahwa operasi tidak perlu ditakuti, sebab teknologi operasi saat ini sudah minimal invasive, luka tidak besar, lubang hanya 1 cm, masa pemulihan lebih cepat, dan risiko lebih minimal. Sendi apa pun bisa diterapi dengan teknologi pembedahan.

Yang pasti, terapi dari cedera lari memang butuh waktu, sama seperti kulit, tulang, dan otot butuh waktu untuk pulih. Apalagi, ligamen otot memiliki pembuluh darah lebih sedikit, sehingga butuh waktu lebih lama untuk pulih.

Bagi mereka yang merasa nyaman menggunakan decker atau pelindung lutut maupun kaki, Dr. Yudistira mengingatkan agar memeriksa dahulu apakah ligamen sudah stabil atau belum.

"Kondisi normal adalah berlari tanpa menggunakan decker. Sebab sejatinya, decker hanya supporting system. Jika pun harus menggunakan, pilih yang sesuai dengan kebutuhan dan problem cedera yang dialami," tandas Dr. Yudistira.

Ketiga pakar ini sepakat bahwa secara umum cedera lari bisa dicegah dengan memilih sepatu yang tepat, pemakaian alat bantu (seperti insole), dan awali dengan pemanasan cukup agar otot lentur dan maksimal.

Pemanasan dapat membuat otot tidak kaku saat lari dilakukan. Otot yang lentur juga lebih bisa melakukan banyak gerakan. Karena itu, buat program latihan bertahap sesuai kebutuhan.

"Persiapan lari yang paling penting adalah perkuat otot kardio. Dua hal ini merupakan instrumen paling vital untuk lutut agar tidak cedera. Bila terjadi cedera, jangan panik. Segera konsultasi ke dokter," saran Dr. Bagus.

"Pahamilah kemampuan diri, jangan memaksakan diri untuk melampaui batas. Ini penting untuk mencegah cedera saat lari," pungkas Dr. Bagus.

Komentar