Apa yang Harus Dilakukan agar Kita Terhindar dari Alergi Obat?


Alergi obat memiliki manifestasi yang bervariasi. Ketahui alergi yang Anda miliki sebelum reaksi benar-benar terjadi.

Di balik khasiatnya mengatasi penyakit, menyembuhkan luka, dan menghilangkan nyeri, obat juga memiliki efek samping.

Salah satunya adalah reaksi alergi. Manifestasi dari alergi tersebut dapat berupa bentol-bentol dan gatal di kulit, sesak napas, mata bengkak, bibir bengkak, dan yang terberat adalah syok anafilaksis.

Hal tersebut disampaikan DR. Dr. Iris Rengganis, Sp.PD, KAI, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Menurutnya, alergi obat merupakan keadaan di mana seseorang tidak tahan makan obat tertentu yang berujung pada reaksi alergi.

"Efek samping obat bisa diketahui dari awal dan harus disampaikan kepada pasien sebelum pemberian obat. Setiap obat memiliki kontra-indikasi. Artinya, tidak boleh diberikan karena bisa membahayakan," jelas Dr. Iris.

Lebih jauh Dr. Iris menegaskan, kita tidak dapat mengetahui apakah kita memiliki alergi obat kecuali sudah ada pengalaman sebelumnya. Alergi obat tidak dapat diperkirakan dan bisa mengena siapa saja.

Penjelasan lebih detail disampaikan oleh Prof. DR. Dr. I Made Jawi, M.Kes., staf pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.

Menurut Prof. Jawi, alergi obat adalah respons tubuh yang berbeda atau hipersensitif terhadap obat atau metabolit obat. Ini karena tubuh menganggap obat tersebut sebagai antigen atau alergen, sehingga menimbulkan gejala. Gejala ini bervariasi pada orang yang berbeda.

"Perbedaan alergi dan efek samping obat terdapat pada mekanisme yang mendasari timbulnya gejala. Efek samping biasanya timbul karena peningkatan efek farmakologis, atau timbulnya efek farmakologis pada tempat atau organ yang tidak diharapkan," jelas Prof. Jawi.

"Efek samping biasanya hampir sama pada orang diberikan obat yang sama dan dapat diprediksi. Contoh efek samping analgesik adalah timbulnya gejala sakit ulu hati atau gangguan lambung, karena efek farmakologisnya menghambat prostaglandin di lambung," lanjutnya.

Sebaiknya, alergi obat tidak memiliki hubungan dengan efek farmakologis dan tidak dapat diprediksi, karena didasari oleh kelainan imunologis, sedangkan kontra-indikasi adalah tidak boleh diberikan pada keadaan tertentu," ujar Prof. Jawi.

"Penyebab alergi obat adalah adanya respons yang berbeda atau berlebihan terhadap obat tertentu karena adanya kelainan imunologis dalam tubuh pasien," papar Prof. Jawi.

"Obat yang dikonsumsi dianggap benda asing sehingga direspons oleh sistem imun berlebihan, memicu gejala gatal, kemerahan, bahkan sesak napas yang mematikan," lanjutnya.

Selain kemerahan pada kulit, manifestasi alergi obat pada tubuh bisa muncul berupa gejala gatal, mual dan muntah, sesak napas, dan bentol di kulit setelah mengonsumsi obat.

"Gejala alergi obat bisa ringan, seperti gatal, dan bisa berat, seperti syok anapilaktik yang mengancam jiwa. Gejala ini bisa timbul di kulit, mukosa saluran napas, mata gatal, dan organ lain, seperti saluran napas, pembuluh darah, dan organ dalam," tandas Prof. Jawi.

Sejatinya, alergi obat merupakan respons tubuh yang agak berlebihan terhadap suatu obat.

"Orang awam menyebutnya alergi, tapi dalam dunia medis disebut drug reaction, atau reaksi efek samping obat yang terjadi pada dosis normal," ujar Prof. Dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

"Reaksinya mirip alergi, ada ruam-ruam di kulit. Bisa pula mual dan muntah, sakit kepala, keluar air mata, dan nyeri otot. Yang pasti, reaksi tiap individu berbeda-beda," papar Prof. Iwan.

Menurut Prof. Iwan, siapa pun tidak bisa terhindar dari efek samping atau alergi obat, terutama pada obat-obat kanker. Namun, pada obat-obat yang biasa diminum, misalnya paracetamol, sangat sedikit yang mengalami alergi. Mungkin hanya 1-2 dari 200 orang.

Prof. Iwan mengungkapkan apa yang disebut hipersensitivitas. Artinya, tubuh membangun sensitivitas yang lebih besar untuk merespons efek obat. Bagi mereka yang pernah mengalami hipersensitivitas, sebaiknya tidak mengulangi mengonsumsi obat tersebut.

Apa jenis obat yang paling sering menyebabkan alergi?

Menurut para pakar, jawabnya adalah obat golongan antibiotik, seperti penisilin, cephalosporin, ciprofloxacin, dan sulfa. Begitu pula obat golongan analgetik atau pain killer, serta golongan antipiretik atau penurun panas.

Bila diperlukan, ujar Dr. Iris, tes alergi obat bisa dilakukan. Caranya dengan provokasi langsung memberikan obat yang diduga alergi, mulai dari dosis kecil, lalu naik sedikit-sedikit. Bila sudah terjadi alergi, maka diberikan penawar.

Penjelasan serupa diberikan Prof. Jawi. "Sebelum diberikan obat yang menyebabkan alergi, seperti antibiotik jenis penisilin, bisa dilakukan tes kulit terlebih dulu. Bila alergi, maka obat tersebut jangan diberikan.

Perlu diketahui, alergi obat biasanya menetap. Sekali alergi obat, maka seumur hidup harus dihindari.

Karena itu, sekali ketahuan alergi obat, Anda harus mencatat namanya agar tidak terulang lagi. Di masa yang akan datang, Anda akan diberi obat yang mempunyai efek sama, tapi dari golongan yang berbeda.

"Pada setiap obat, dicantumkan efek samping dan kemungkinan alergi. Yang jadi masalah, kita tidak tahu apakah seseorang memiliki alergi atau tidak," tandas Dr. Iris.

Hal senada disampaikan Prof. Jawi. "Bila pasien sudah alergi terhadap obat tertentu, biasanya dia akan selalu alergi terhadap obat yang sama atau sejenis," tegasnya.

"Ini karena alergi didasari oleh kelainan respons imunologis yang biasanya menetap. Biasanya, dalam label obat selalu dicantumkan peringatan agar berhati-hati untuk pasien alergi," kata Prof. Jawi.

"Alergi obat tidak bisa diprediksi. Namun, bila pasien mengalami alergi makanan tertentu atau ada keluarga yang alergi, maka dia perlu hati-hati, karena kemungkinan alergi obat lebih besar," imbuh Prof. Jawi.

Bila alergi obat terjadi, maka pasien bisa diberikan obat yang mengatasi gejala alergi. Misalnya, antihistamin untuk mengatasi gatal. Atau, kortikosteroid untuk mengatasi reaksi inflamasi.

Apa solusinya jika seseorang harus mengonsumsi obat tertentu, namun ia justru alergi? Dokter akan mengganti dengan obat yang sejenis, namun tidak menimbulkan cross-reaction dengan obat pertama.

"Hingga saat ini, perkembangan farmakologi untuk mencegah alergi obat belum saya temukan. Konsep yang masih dipegang adalah bahwa alergi obat merupakan efek pemberian obat yang tidak dikehendaki yang didasari kelainan imunologis pada pasien," tandas Prof. Jawi.

Apa pesan para pakar ini agar kita terhindar dari alergi obat?

Prof. Jawi berpesan agar kita mematuhi aturan minum obat, yaitu atas indikasi yang tepat, serta petunjuk dokter atau tenaga medis.

"Hindari mengonsumsi obat tanpa petunjuk orang yang memahami, sebab akan merugikan diri sendiri atau orang lain, terutama pemakaian antibiotik," ujar Prof. Jawi.

"Jika ada riwayat alergi, jangan minum obat yang sama meskipun nama dagangnya berbeda. Catat nama obat yang pernah membuat alergi, dan sampaikan pada setiap dokter yang Anda temui," pungkas Dr. Iris.


Komentar