Ayo Pahami Hipoglikemia, Agar Kita Lebih Waspada


Kurang gula darah juga berdampak buruk bagi kesehatan, lho. Mari pahami hipoglikemia, agar kita juga menjadi lebih waspada.

Apakah Anda kerap merasa jantung berdebar, berkeringat dingin, mual, sakit kepala, pandangan berkunang-kunang, atau mengantuk? Bisa jadi, ini adalah gejala hipoglikemia.

Hipoglikemia adalah kondisi dimana gula darah berada di bawah normal, yaitu kurang dari 70 mg/dL. Ini kebalikan dari hiperglikemia, yakni saat kadar gula berada di atas normal, yakni gula darah puasa > 100 mg/dL dan 2 jam setelah makan di atas 140 mg/dL.

Menurut Dr. R. Bowo Permono, Sp.PD, KEMD, staf pengajar Departemen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Yogyakarta, penyebab hipoglikemia adalah bila orang normal kurang makan atau puasa berkepanjangan.

Kondisi ini terutama berbahaya bagi pasien diabetes melitus (DM) tipe 2. Pada pasien diabetes, hipoglikemia umumnya terjadi karena ketidakseimbangan antara dosis obat, asupan makanan, dan aktivitas yang dilakukan.

"Bisa jadi, pasien kurang makan tapi rajin minum obat DM, sehingga dosisnya jadi berlebihan. Atau, sebelum olahraga, pasien lupa mengecek kadar gula darah lebih dulu," tegas Dr. Bowo.

Sayangnya, hipoglikemia sering kali tidak disadari.

Jika hipoglikemia yang disadari menunjukkan gejala yang terasa jelas oleh pasien, maka yang tidak disadari biasanya terjadi pada saat tidur. Tidak berasa, tapi saat kontrol rata-rata gula darahnya rendah. Untuk ini, dokter harus menurunkan dosis obat.

Menurut Dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, KEMD, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, secara keseluruhan hiperglikemia yang tidak disadari berjumlah lebih tinggi, yakni 20 persen. Bandingkan dengan hipoglikemia yang disadari, yang hanya sekitar 5 persen.

"Untuk mengetahuinya, ceklah ke dokter. Walau tidak merasakan ada gejala, kontrol ke dokter bisa mengungkap apakah pasien mengalami episode hipoglikemia yang tidak disadari, yakni saat tes didapati HbA1c yang sangat rendah (di bawah 6)," jelas Dr. Dante.

Dokter yang berpraktik di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading ini juga menandaskan bahwa baik dokter maupun pasien harus waspada untuk kondisi seperti ini, dan lekas menanggapinya dengan mengurangi dosis obat. Kondisi ini juga menegaskan bahwa tidak selalu HbA1c atau rata-rata gula darah rendah berarti hal yang bagus.

Dr. Dante mengingatkan agar kita mengenali faktor risiko hipoglikemia.

Di antaranya adalah lansia yang menyandang diabetes melitus. Pada orang tua, nafsu makan berkurang karena ambang batas laparnya sudah turun, sehingga kelompok ini sering kali mengalami hipoglikemia dibanding kelompok umur yang lebih muda.

"Kalau pasien diabetes merasakan gejala berdebar-debar, keringat dingin, mual, sakit kepala, pandangan berkunang-kunang, mengantuk berlebihan, maka anggap saja dia mengalami hipoglikemia. Langsung minum atau makan yang manis, jangan tunggu periksa gula darahnya," saran Dr. Rante.

"Sering kali, kesalahan pasien adalah makan tidak teratur. Kadang banyak, kadang sedikit. Akibatnya, dokter kesulitan dalam mengatur dosis obatnya," lanjutnya. " Karena itu, pasien harus disiplin makan. Bukan hanya makan teratur, tapi juga frekuensi dan jumlah harus sama setiap hari."

Dr. Dante menyebut "jumlah, jenis, dan jadwal" ini sebagai "3J" yang merupakan kunci penting bagi pasien diabetes setiap hari. Jumlah harus selalu sama, jenis boleh apa saja (tapi batasi kalori), dan jadwal harus sesuai waktu - bukan tergantung keinginan atau selera.

Bagaimana pertolongan pertama pada hipoglikemia?

"Segera minum atau makan yang manis, agar kadar gula darah bisa naik. Bila pasien sampai pingsan, jangan diberi makanan apapun, karena ditakutkan akan menutupi jalan napas. Pertolongan yang tepat adalah diberi suntikan gula oleh tenaga medis," ujar Dr. Bowo.

Saran serupa diberikan oleh Dr. Dante. Menurutnya, semua pasien diabetes pasti pernah mengalami fase hipoglikemia. Oleh karena itu, antisipasi yang bisa dilakukan adalah dengan mengonsumsi makanan atau minuman yang menaikkan kadar gula darah dengan cepat.

"Cegahlah hipoglikemia dengan makan dan minum, serta konsumsi obat teratur sesuai dosis dari dokter. Lakukan juga olahraga teratur dan makan yang cukup. Jangan lupa, pasien diabetes harus memiliki pendamping pemakaian obat untuk memastikan dosis tepat," kata Dr. Bowo.

Tak lupa Dr. Dante menegaskan bahwa edukasi diabetes bukan hanya penting untuk pasien, melainkan juga keluarga. Misalnya, semua anggota keluarga mulai mengatur makanan untuk mencegah terjadinya hiperglikemia, yakni dengan tidak menyimpan makanan di kulkas.

Kalau ada yang menderita diabetes di rumah, pasti secara genetik keluarganya juga memiliki risiko diabetes. Karena itu, penting untuk mulai mendisiplinkan diri walau belum kena diabetes, yakni dengan ikut menjalani gaya hidup yang sama dengan pasien.

"Jika pasien sudah lanjut usia, peran keluarga sangat penting, karena orangtua kadang tidak nafsu makan, keluarga harus peduli untuk menangani orangtua, perawatan di rumah harus bagus, rumus 3J harus berjalan dengan baik begitu juga asupan cairannya harus cukup," pungkas Dr. Dante.

Persamaan paling mendasar antara hipoglikemia dan hiperglikemia adalah pasien yang tidak disiplin dalam "3J".

Sementara itu, perbedaannya adalah jika dampak hiperglikemia cenderung jangka panjang, maka efek hipoglikemia langsung terasa saat itu juga. Meski demikian, hipoglikemia maupun hiperglikemia sama bahayanya. Yang paling baik adalah kadar gula darah yang normal, yakni 70-130 mg/dL.

"Namun, dengan memahami hipoglikemia, diharapkan kita menjadi lebih waspada, bahwa kadar gula darah yang sangat rendah juga bisa berbahaya," pungkas Dr. Dante.


Komentar