Jeniusnya Desain Perangkap Hewan Zaman Besi



Di dataran tinggi Ustyurt yang luas dan terasing, terhampar ratusan "layang-layang gurun" yang misterius. Ternyata, struktur arkeologi Zaman Besi ini adalah perangkap rancangan manusia purba yang dapat menangkap ribuan hewan sekaligus.

Apa itu "layang-layang" gurun?

Ini adalah sebutan untuk gundukan batu dan tanah yang disusun dalam pola geometris menyerupai struktur laba-laba. Bentangan satu struktur bisa mencapai 800 meter!

Anehnya, hanya segelintir orang di Asia Tengah yang pernah melihat struktur arkeologi yang terpencil ini. Bahkan, Anda bisa saja berjalan melewatinya tanpa mengetahui keberadaannya. Setidaknya, itulah yang saya alami.

Pada musim panas tahun lalu, saya menyeberangi wilayah ini dengan berjalan kaki untuk sebuah proyek global yang menyusuri diaspora manusia pertama di luar Afrika. Terkadang, tanpa saya sadari, saya duduk di atas reruntuhan yang ganjil.

Tampaknya, reruntuhan itu tidak punya tujuan yang nyata. Tetapi, para ilmuwan yang mempelajari situs-situs seperti ini mengatakan bahwa fitur kriptik ini tidaklah sembarangan. Mereka mewakili monumen kolosal dari kecerdasan manusia - sekaligus keserakahannya.

"Struktur arkeologi ini baru akan masuk akal jika dilihat dari atas," kata Shamil Amirov, pakar arkeologi yang menggunakan citra satelit untuk memetakan artefak kolosal di barat Uzbekistan.

Sebagian besar struktur tersebut berbentuk mirip busur panah.

Struktur ini juga kerap disebut layang-layang gurun Asia Tengah. Dinamai dengan ciri-ciri segitiga atau bentuk layang-layang serupa yang ditemukan lebih dini di wilayah Timur Tengah.

Yang menarik, para arkeolog mendapati bahwa layang-layang gurun ini berada dalam posisi berderet di sepanjang jejak migrasi antelop - mamalia bertanduk yang menyerupai kijang.

Diduga, layang-layang gurun ini berfungsi mengarahkan ribuan hewan tersebut ke dalam perangkap kematian. Pada masa itu, mamalia berpunuk selalu bergerombol dalam jumlah besar.

Oleh karena itu, kata Amirov, struktur ini juga dianggap "stasiun protein" yang sangat besar bagi beberapa generasi penggembala nomaden yang membangun mereka sekitar 2.500 tahun lalu.

Kontrasnya, selama dua bulan saya berjalan menyusuri dataran tinggi Ustyurt, saya hanya bertemu enam ekor saiga, sejenis antelop yang umum di sana. Namun, seperti yang segera saya dapati, jika pernah ada pelajaran tentang selera makan manusia, maka itu adalah pelajaran dari Zaman Besi

Layang-layang gurun pertama kali mendapat perhatian sekitar seabad lalu.

Ketika itu, pilot-pilot Perang Dunia I melaporkan penampakan tembok rendah yang menyusun bentuk poligon atau segitiga raksasa dari atas, terutama di wilayah gurun Yordania, Israel, Siria, dan Arab Saudi. Sejak itu, para pakar mulai berdebat tentang fungsi struktur-struktur kriptik itu.

Mengingat tidak adanya artefak terkait, seperti alat-alat atau bangunan hunian, beberapa arkeolog menyimpulkan bahwa mereka adalah situs-situs pemujaan. Arkeolog lain menganggap struktur itu berfungsi sebagai lorong rodeo prasejarah untuk menjinakkan hewan liar di zaman Neolitik Akhir.

Konstruksi itu bahkan turut membingungkan T.E.Lawrence, cendekia asal Timur Tengah yang dikenal sebagai "Lawrence of Arabia." Konon, saat melakukan survei arkeologis di Negev pada 1914, Lawrence melihat dinding-dinding panjang dan membingungkan, yang sepertinya dimulai dan diakhiri tanpa tujuan. Akhirnya, ia membuat kesimpulan: mereka adalah pagar-pagar unta.

Berkat fotografi udara dan data satelit, layang-layang gurun telah ditemukan di sepanjang busur yang luas, dari Afro-Eurasia sampai Kaukasus dan Asia Tengah. Kini, hampir 5.000 struktur telah ditemukan. Sementara ini, kesepakatan ilmiah terbaru tentang fungsi struktur tersebut cenderung sepakat dengan para pakar seperti Amirov, arkeolog Uzbekistan.

"Kami yakin mereka adalah perangkap berburu, karena para penggembala masih menggunakannya sampai akhir-akhir ini," kata Amirov, peneliti di Uzbekistan National Academy of Science yang mengagumi desain cerdik layang-layang gurun tersebut.

Tampaknya, para penggembala purba yang berkerabat dengan suku Scythian, yang menjelajahi wilayah itu di abad ke-5 SM, tahu bahwa tidak diperlukan dinding yang tinggi untuk mengendalikan gerakan hewan.

Namun, antelop, keledai purba, dan gazel yang sedang bermigrasi akan menghindari setiap struktur yang tidak biasa, termasuk barisan batu dan selokan dangkal.

Oleh karena itu, para pemburu nomaden itu meletakkan dua baris penghalang sepanjang ratusan meter yang mengarah ke kandang berdinding batu yang memiliki lubang-lubang sedalam satu meter, untuk kemudian dibunuh.

Secara menakjubkan, tim Amirov menemukan lusinan layang-layang gurun yang tersusun seperti jala raksasa di sepanjang timur Laut Aral. Proyek bangunan sebesar itu menyiratkan upaya berburu kolektif oleh sejumlah besar pemburu purba yang nomaden.

Mungkin para pemburu ini memanen seluruh gerombolan antelop tersebut, kata Amirov. Produksi dagingnya pasti jauh melebihi kebutuhan konsumsi langsung. Karena itu, mungkin kelebihan pasokan daging itu diperdagangkan.

Sekarang ini, layang-layang gurun ini masih tak tersentuh. Dengan ujung berbentuk huruf "V" yang membuka ke arah utara, mereka seperti menanti migrasi yang tak pernah datang.

Para ilmuwan lantas bertanya-tanya, bagaimana perangkap hewan yang sangat besar itu telah mempengaruhi kehidupan alam liar di zaman purba. Jawabnya ditawarkan oleh layang-layang gurun berusia 5.500 tahun yang spektakuler di Siria.

Dari ribuan sisa tulang kaki antelop yang telah disembelih yang ditemukan di situs bernama Tell Kuran tersebut, peneliti memperhitungkan bahwa perangkap-perangkap berburu di Timur Tengah - di mana satu rantai layang-layang gurun bisa membentang sampai 60 km menembus Yordania - telah memusnahkan mamalia berpunuk seperti gazel persia.

"Layang-layang gurun dapat memberi tahu kita tentang jalur migrasi hewan di masa lalu," tandas Olivier Barge, arkeolog Perancis yang telah menganalisis lebih dari 140 layang-layang gurun di barat Kazakhstan. "Tetapi, mungkin kita tak pernah tahu seberapa banyak jumlah hewan itu."

Bagaimanapun juga, gema kepunahan hewan-hewan buruan tersebut kini tersimpan di dalam keheningan yang belum tergali di dataran tinggi Ustyurt. Menurut para arkeolog Kazakhstan dan Uzbekistan, hanya 25 tahun yang lalu, puluhan ribu saiga masih sibuk bermigrasi di alam liar Ustyurt.

Bersama kejatuhan Uni Soviet dan meningkatnya perburuan liar, ditambah lagi pembangunan pagar batas wilayah yang diberi kawat duri dan jalur pipa gas di atas tanah, populasi antelop lokal telah merosot menjadi hanya beberapa ribu ekor.

"Para pemburu Zaman Besi tidak membunuh sebanyak itu," ujar Andrey Astafyev, pakar arkeologi di Aktau, di barat Kazakhstan. "Yang pasti, tidak sebanyak yang kita lakukan pada 1990-an, ketika banyak orang menganggur dan tidak ada kendali. Mereka menembaki saiga dengan senapan mesin, lantas menjual tanduknya sebagai obat ke China."

Astafyev menuturkan semua ini sambil berdiri di atas lubang kematian di salah satu layang-layang gurun di puncak dataran tinggi Ustyurt. Ia lalu berpura-pura menjadi saiga yang berlari ke dalam dan ke luar lubang perangkap untuk menunjukkan bagaimana hewan anggun dengan bulu mengilat itu dulu pernah ditangkap.

Saat ini, baik negara Kazakhstan maupun Uzbekistan masih bergumul untuk menyelamatkan hewan-hewan liar mereka dengan upaya-upaya penyelamatan yang mendesak. Dan sementara itu, hamparan layang-layang gurun tidak menangkap apa-apa, kecuali angin lembah yang panas.


Komentar