Menguak Asal Mula Bangsa Filistin

Penemuan yang luar biasa di pantai selatan Israel mungkin akan memampukan para arkeolog untuk mengungkap asal mula dari salah satu bangsa yang paling dicerca dan misterius di dalam Kitab Suci Ibrani: kaum Philistine.

Penemuan sebuah makam yang besar di luar dinding-dinding Ashkelon purba, kota besar Philistine antara abad ke-12 dan ke-7 Sebelum Masehi, adalah jenis makam pertama yang ditemukan didalam sejarah penyelidikan arkeologi di wilayah itu.

Selama ini, arkeolog telah menemukan banyak pot keramik, tapi hanya sedikit manusia. Sekarang, penemuan makam yang berisi lebih dari 211 individu dan berasal dari abad ke-11 sampai ke-8 Sebelum Masehi ini akan memberi peluang kepada arkeolog untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting tentang asal mula kaum Philistine dan bagaimana akhirnya mereka berasimilasi kedalam budaya setempat.

"Pencarian makam menjadi begitu sulit sehingga para arkeolog yang mempelajari orang Philistine mulai bergurau bahwa mereka dimakamkan di laut seperti kaum Viking - itu sebabnya mereka tidak dapat menemukannya," jelas Assaf Yasur Landau, arkeolog di Haifa University.

Kaum Philistine adalah orang-orang paling misterius di dalam Kitab Suci Ibrani. Kelompok "yang tidak disunat" ini mengendalikan wilayah pantai selatan Israel dan Jalur Gaza modern dan bermusuhan dengan tetangga Israel-nya - bahkan pernah menyerang Bahtera Nabi Nuh. Salah satu dari tokohnya adalah Delilah yang jahat, yang merampok kekuatan Samson dengan memotong rambutnya, dan raksasa Goliath, yang membuat pasukan Raja Saul gemetar didalam tenda sampai seorang pria muda bernama David mengalahkannya dengan ketapel.

Didalam catatan arkeologi, kaum Philistine pertama kali muncul di awal abad ke-12 Sebelum Masehi. Kedatangan mereka ditandai oleh artefak yang disebut sebagai "suatu budaya yang sangat berbeda" dari populasi lokal lainnya di saat itu. Ini termasuk keramik yang sangat serupa dengan dengan dunia Yunani purba, penggunaan teks Aegen - bukan Semitic - dan konsumsi babi (terkadang anjing). Beberapa naskah di Kitab Suci Ibrani menggambarkan para penyusup ini datang dari "Land of Caphtor", atau Pulau Crete modern.

Banyak periset yang juga mengaitkan kehadiran kaum Philistine dengan eksploitasi Manusia Laut, suatu gabungan misterius dari suku-suku yang sepertinya mengacaukan Mediterania Timur di akhir Zaman Tembaga Akhir, di abad ke-13 dan 12 Sebelum Masehi. Sebuah relief di kuil makam Pharaoh Ramses III menggambarkan perangnya melawan Manusia Laut di sekitar tahun 1180 Sebelum Masehi dan mencatat nama-nama dari beberapa suku, diantaranya Peleset, yang digambarkan dengan hiasan kepala dan sarung yang khas.

Peleset mungkin tinggal di sekitar Ashkelon, yang selama berabad-abad sudah merupakan pelabuhan besar kaum Canaan di Laut Mediterania. Mereka juga menetapkan aturan di empat kota besar lain - Ashdod, Ekron, Gath, dan Gaza - dan wilayah yang kemudian dikenal didalam Kitab Suci Ibrani sebagai tanah Palestu, asal mula istilah modern "Palestina".

Para pakar lain percaya bahwa asal mula kaum Philistine cukup rumit. Aren Maeir, arkeolog di Bar-Ilan University yang memimpin penggalian di kota besar Philistine, Gath, selama dua dekade, memandang mereka sebagai budaya yang "acak-acakan", dimana berbagai kelompok orang dari berbagai wilayah di Mediterania - termasuk kelompok mirip bajak laut - akhirnya menetap dan berbaur dengan populasi Canaan.

Sebagian besar bukti arkeologi dan naskah telah menunjuk asal mula Philistine adalah di suatu tempat di Aegean, tapi sampai penemuan makam di Ashkelon, tidak ada jenazah manusia dari situs Philistine yang bisa dipelajari oleh periset.

Meski Leon Levy Expedition telah menggali Ashkelon sejak 1985, baru beberapa tahun terakhir seorang pensiunan pegawai Israel Antiquities Authority memberi tahu tim ekspedisi bahwa ia ingat ia pernah menemukan pemakaman Philistine diluar dinding utara kota dalam suatu survei bangunan di awal tahun 1980-an.

Di musim penggalian tahun 2013, para arkeolog memutuskan untuk menggali beberapa area perintisan di area sekitar dinding dan tidak menemukan apapun. Di penghujung hari terakhir penggalian, dengan sisa waktu 30 menit, seorang operator alat-berat-pengganti mengumumkan bahwa ia akan pulang, Adam Aja, asisten kurator di Harvard's Semitic Museum dan asisten direktur penggalian, menemukan dirinya memandangi area galian sedalam tiga meter yang kosong. Frustasi, ia bersikukuh bahwa penggalian harus dilakukan sampai mereka mencapai alas bebatuan yang keras.

Mereka malah menemukan apa yang tampak seperti fragmen tulang. Aja turun ke dalam lubang dengan menaiki 'ember' alat berat untuk memeriksa, dan memungut sebuah gigi manusia. "Ketika aku melihat gigi ini, aku tahu bahwa itulah saat ketika semuanya akan berubah bagi kami disini," kenangnya.

Penggalian ini mengungkapkan suatu praktik pemakaman yang sangat berbeda dari kaum Canaan sebelumnya atau kaum Judea tetangganya. Alih-alih membaringkan jenazah di suatu ruangan, lalu setahun kemudian mengumpulkan tulang-tulangnya dan memindahkannya ke tempat lain, jenazah di Ashkelon dimakamkan secara perorangan didalam lubang atau secara kolektif didalam makam dan tidak pernah dipindahkan lagi. Juga ditemukan beberapa pemakaman kremasi.

Tidak seperti orang Mesir, kaum Philistine hanya menempatkan beberapa benda bersama jenazah. Beberapa jenazah dihias dengan perhiasan, sementara yang lain dimakamkan bersama seperangkat keramik kecil atau wadah kecil yang mungkin dulunya berisi parfum.

Saat ini, sebuah tim periset internasional sedang melakukan riset DNA, analisis isotopik, dan kajian biologis untuk menentukan asal mula populasi makam Ashkelon, juga relasinya dengan kelompok-kelompok lain di area itu. Karena sebagian besar usia makam paling sedikit dua abad setelah kedatangan awal kaum Philistine - yang mungkin telah melibatkan beberapa generasi pertukaran budaya dan pernikahan silang - maka pemahaman asal mula mereka mungkin akan rumit.

Meski beberapa kota Philistine dihancurkan di akhir abad ke-9 sampai ke-8 Sebelum Masehi, Ashkelon berkembang pesat sampai kehancurannya di tangan Raja Babilonia Nebukadnesar di tahun 604 Sebelum Masehi. Pada akhirnya, kota ini dihuni kembali oleh orang Phoenicia, dilanjutkan dengan orang Yunani, Roma, Bisantin, dan kaum Crusader, dan akhirnya dihapus total oleh Mamluks, para penguasa Islam Mesir, di tahun 1270 Masehi.


Komentar