Kanker Kolorektal Harus Diwaspadai

Berada di urutan kedua kanker penyebab kematian terbesar di dunia, kanker kolorektal atau kanker kolon perlu diwaspadai. Salah satunya melalui pola makan sehat.

Tahukah Anda bahwa kanker kolon merupakan salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia!

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, kanker kolon - dikenal juga sebagai kanker kolorektal - merupakan penyebab kematian kedua terbesar untuk pria dan ketiga terbesar untuk perempuan di negara kita.

Sementara itu, data GLOBOCAN, yang melaporkan prevalensi dan mortalitas 36 tipe kanker dari 185 negara, menguak bahwa secara keseluruhan, risiko terhadap kanker kolorektal di Indonesia adalah 1 dari 20 orang.

Prevalensi kanker kolorektal di Indonesia yang meningkat tajam ini, menurut Prof. Dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP, FINASIM, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, menjadi perhatian khusus bagi Yayasan Kanker Indonesia.

"Kami ingin mengajak masyarakat agar lebih waspada dan tidak mengabaikan tanda-tanda penyakit ini dengan melakukan deteksi dini, apalagi mengingat gejala kanker kolorektal yang tidak terlihat jelas," tandas Prof. Aru.

"Sebagian besar masyarakat masih menganggap kanker kolorektal terkait erat dengan keturunan atau usia lanjut. Padahal, kanker yang tumbuh pada usus besar atau rektum ini juga sangat dipengaruhi oleh gaya hidup," jelas Prof. Aru.

Faktanya, 30 persen penderita kanker kolorektal adalah pasien usia produktif, yaitu 40 tahun atau bahkan lebih muda. Kanker kolorektal yang ditemukan di Indonesia juga sebagian besar bersifat sporadis dan hanya sebagian kecil yang bersifat herediter.

Meski demikian, sekitar 25 persen pasien kanker kolorektal baru terdiagnosis pada stadium lanjut, sehingga kanker telah menyebar ke organ lain.

"Pada kondisi ini, pengobatan tentu menjadi lebih sulit dan lebih mahal. Tingkat keberhasilan juga menurun," ujar Dr. Nadia Ayu Mulansari, Sp.PD-KHOM, staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.

Menurut Dr. Nadia, studi menunjukkan hanya 10-12 persen dari pasien kanker kolorektal yang hidup lebih dari rentang lima tahun. Karena itulah, pemeriksaan dini atau skrining usus sangat penting untuk dilakukan.

"Menghindari faktor risiko dengan melakukan perilaku hidup sehat juga sangat disarankan untuk mencegah kemungkinan kanker kolon sejak dini," tegas Dr. Nadia.

"Sejatinya, kanker kolorektal bisa dicegah dan bisa diobati," tandas Prof. Dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

"Prinsipnya sama seperti penyakit lain, yaitu semakin dini ditemukan, maka semakin baik prognosisnya," jelas Prof. Dr. Ari.
"Jika kanker ini ditemukan pada stadium awal, maka harapan hidup lima tahun bisa mencapai 92 persen."

Sebaliknya, jika kanker usus ini baru ditemukan pada stadium lanjut atau stadium IV, maka harapan hidup lima tahun sang pasien juga menurun, bahkan sampai 12 persen saja.

Gaya hidup menjadi salah satu penyebab mengapa kanker usus besar tetap bertahan sebagai penyebab utama kematian dan angka kejadian yang terus meningkat.

"Dalam praktik saya sehari-hari, kasus kanker usus sudah umum ditemukan. Sekarang ini bahkan kasus baru yang ditemukan terjadi pada pasien usia lebih muda," tegas Prof. Ari.

Menurut Prof. Ari, faktor risiko yang telah teridentifikasi dan konsisten dalam berbagai penelitian, termasuk di Indonesia, adalah pola makan yang didominasi daging merah dan daging olahan, serta kurang makan sayur dan buah.

"Rokok juga merupakan faktor risiko utama, baik bagi perokok aktif maupun pasif," papar Prof. Ari. "Beberapa kasus kanker usus yang saya temukan terjadi pada perokok pasif, karena orang terdekat dan lingkungan sekitarnya merokok."

Sayang, Indonesia masih menjadi "surga" bagi para perokok karena aktivitas tersebut bebas dilakukan di mana saja. Di sejumlah kota besar di negara maju, mencari tempat untuk merokok sudah sulit dilakukan.

Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, ada pula beberapa faktor risiko yang tidak bisa berubah.

Salah satunya adalah usia di atas 50 tahun, yang menjadi batasan umur untuk memulai skrining. Begitu pula faktor genetik berupa riwayat kanker atau polip usus pada keluarga, riwayat penyakit radang usus kronis sebelumnya, serta riwayat penyakit kencing manis atau diabetes melitus.

Yang perlu diwaspadai adalah penyakit ini tak bergejala pada awalnya. Oleh karena itu, masyarakat yang mempunyai risiko tinggi terhadap kanker usus besar harus melakukan kontrol ke dokter.

Skrining kemudian akan dilakukan untuk mendeteksi kanker kolorektal secara dini. Pemeriksaan kolonoskopi dan dilanjutkan dengan biopsi merupakan metode utama untuk mendiagnosis penyakit ini.

"Kenali faktor risiko dan gejalanya, serta temui dokter jika mempunyai faktor risiko," saran Prof. Ari. "Pastikan juga Anda menjalani gaya hidup sehat."

Kabar baiknya, saat ini pengobatan kanker kolorektal di Indonesia sudah sangat berkembang. Kita sudah memiliki dukungan ahli,   teknologi, dan obat yang dibutuhkan, kendati harganya masih sangat mahal.

Gejala Kanker Kolon
Awalnya, kanker ini tidak bergejala. Namun, saat sudah bergejala, maka hal-hal ini bisa dialami pasien:

* Buang air besar berdarah.
* Sakit perut berulang.
* Berat badan turun.
* Pucat tanpa sebab yang jelas.
* Pola defekasi yang berubah, baik mudah diare atau sembelit secara bergantian.

Risiko Gaya Hidup Tak Sehat
Meski faktor genetik merupakan salah satu faktor risiko bagi kanker usus besar, gaya hidup tetap menjadi faktor utama. Berikut sejumlah faktor lingkungan dan gaya hidup yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kasus kanker kolon di Indonesia:

* Radang usus besar yang tidak diobati.
* Kebiasaan mengonsumsi banyak daging merah dan makanan berlemak.
* Kurang mengonsumsi buah-buahan, sayuran, dan ikan.
* Kurang beraktivitas fisik.
* Memiliki berat badan berlebih.
* Memiliki kebiasaan merokok.

Ditemukan: 40 Gen Kanker
Studi genome paling menyeluruh terhadap kanker kolorektal yang baru-baru ini dilaporkan di dalam jurnal Nature Genetics telah menemukan 40 varian genetika baru terkait kanker kolorektal.

Tak hanya itu, studi tersebut juga memvalidasi 55 varian gen yang telah teridentifikasi sebelumnya yang mengindikasikan peningkatan risiko terhadap kanker kolon.

Studi tersebut dilakukan oleh Fred Hutchinson Cancer Research Center dan dipimpin Dr. Ulrike Peters, associate director dari Public Health Sciences Division yang menginisiasi dan memimpin konsorsium genetika molekular terbesar di dunia untuk kanker kolorektal, yakni Genetics and Epidemiology of Colorectal Cancer Consortium.

Menurut Dr. Peters, mereka juga telah berhasil mengidentifikasi varian gen langka pertama dari kanker kolorektal sporadis. Kanker yang menjadi penyebab kanker kolorektal terbesar ini tidak menunjukkan sindrom herediter.

"Pemahaman terhadap arsitektur genetika kanker kolorektal akan mendobrak cara kita mengukur risiko dan pengobatan penyakit ini," tandas Dr. Peters. "Temuan ini menjadi langkah penting dalam menciptakan strategi skrining dan pengembangan terapi kanker kolorektal."

Komentar